REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengatakan, ia sedang mempelajari kasus dugaan korupsi pembelian helikopter Agusta Westland (AW)-101 yang penyidikannya dihentikan oleh Puspom TNI beberapa waktu lalu. Andika juga mengaku masih menunggu perkembangan proses hukum yang dilakukan dari sejumlah institusi lain yang terlibat dalam mengusut kasus tersebut.
"Jadi memang saya sedang mempelajari, tapi juga kan ada peran institusi lain yang masih juga belum tuntas," kata Andika kepada wartawan di Jakarta Selatan, Senin (21/3/2022).
Andika menyebut, masih ada beberapa hal yang perlu dituntaskan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci terkait hal tersebut.
"Kalau tidak salah masih ada hal lah yang harus dilakukan oleh BPK. KPK sendiri juga sedang melakukan proses itu," ujarnya.
"Jadi kita lihat saja. Karena institusi institusi lain juga masih bekerja," tambah Andika menjelaskan.
Sebelumnya, KPK mengonfirmasi Puspom TNI telah menghentikan penyidikan lima tersangka kasus dugaan korupsi pembelian Helikopter AW-101. Kasus itu sempat menyeret perwira tinggi dari TNI AU.
"Yang terakhir tadi masalah helikopter AW-101 koordinasi terkait masalah atau informasi yang berhubungan dengan pihak dari TNI sudah dihentikan proses penyidikkannya," kata Direktur Penyidikan KPK Irjen Setyo Budiyanto di Jakarta, Senin (27/12/2022).
Lima tersangka perwira yang dimaksud ialah Wakil Gubernur Akademi Angkatan Udara Marsekal Pertama FA. FA adalah mantan pejabat pembuat komitmen atau Kepala Staf Pengadaan TNI AU 2016-2017.
Baca juga: Kasus Korupsi Helikopter AW Dihentikan, Jenderal Andika Janji Telusuri
Tersangka lainnya adalah Letnan Kolonel TNI AU (Adm) WW selaku mantan Pekas Mabes AU Pelda SS selaku Bauryar Pekas Diskuau, Kolonel (Purn) FTS selaku mantan Sesdisadaau, dan Marsekal Muda (Purn) SB selaku Staf Khusus KSAU atau eks Asrena KSAU.
Kasus dugaan korupsi pembelian helikopter AW-101 dibongkar lewat kerja sama antara Puspom TNI dengan KPK. PT Diratama Jaya Mandiri selaku perantara disinyalir telah melakukan kontrak langsung dengan produsen helikopter AW-101 senilai Rp 514 miliar.
Pada Februari 2016 setelah meneken kontrak dengan TNI AU, PT Diratama Jaya menaikkan nilai jualnya menjadi Rp 738 miliar. Jenderal Gatot mengatakan, ada potensi kerugian negara sebesar Rp 220 miliar dalam pengadaan helikopter AW-101. Nilai pengadaan helikopter itu mencapai Rp 738 miliar.
Namun, Gatot mendadak dicopot dari jabatan Panglima TNI. Dia digantikan Marsekal Hadi Tjahjanto. Pada era Hadi, kasus yang melibatkan petinggi TNI AU tidak pernah diusut sama sekali. Sekarang, tiba-tiba Puspom TNI menghentikan kasus korupsi tersebut.
Baca juga:
- Kasus Korupsi Helikopter AW 101, KPK Digugat Praperadilan
- KPK Kesulitan Dapatkan Dokumen dari TNI Soal Dugaan Korupsi Helikopter AW-101
- KPK Bawa 84 Bukti dalam Sidang Praperadilan Kasus Helikopter AW-101
Sementara itu, KPK optimistis hakim akan memutus dengan menolak gugatan praperadilan kasus dugaan korupsi pengadaan helikopter angkut AgustaWestland (AW)-101 di TNI AU. "Kami yakin seluruh proses penyidikan perkara ini telah berlandaskan dan sesuai dengan aturan hukum dan KPK tentu optimis dan percaya bahwa hakim akan memutus dengan menolak permohonan praperadilan tersebut," kata Pelaksana Tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (22/3/2022).
Hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Selasa akan membacakan putusan gugatan praperadilan yang diajukan oleh Jhon Irfan Kenway. "Sesuai dengan agenda persidangan, hari ini diagendakan pembacaan putusan oleh hakim tunggal PN Jakarta Selatan terkait permohonan praperadilan dugaan tindak pidana korupsi pengadaan heli AW-101," ujar Ali.
Ia mengatakan selama proses persidangan, tim Biro Hukum KPK juga mengajukan dan menyerahkan 84 bukti serta turut menghadirkan dua ahli, yaitu Muhammad Arif Setiawan dari Universitas Islam Indonesia (UII), dan Abdul Fickar Hajar dari Universitas Trisakti untuk membantah seluruh dalil yang menjadi alasan pengajuan permohonan praperadilan tersebut. Selain itu, KPK juga telah menyampaikan tanggapan atas permohonan praperadilan yang diajukan oleh Jhon Irfan Kenway tersebut.
KPK menyampaikan bahwa seluruh proses penanganan perkara tersebut telah sesuai dengan mekanisme hukum berlaku, sehingga dalil gugatan yang diajukan oleh Jhon Irfan Kenway tersebut tidak benar dan keliru menurut hukum. Kemudian, KPK tetap berwenang melakukan penyidikan, karena ketentuan Undang-Undang (UU) KPK tidak mewajibkan KPK menghentikan penyidikan meskipun penyidikan sudah berjalan lebih 2 tahun.
Sedangkan terkait dengan penyelenggara negara yang sebelumnya dihentikan penyidikannya oleh Puspom TNI, tidak menghalangi KPK untuk tetap melakukan penyidikan karena penyidikan antara KPK dan Puspom TNI dilakukan secara terpisah. Dikutip dari laman http://sipp.pn-jakartaselatan.go.id, Jhon Irfan Kenway mendaftarkan permohonan praperadilannya pada Rabu (2/2) dengan klasifikasi perkara sah atau tidak tidaknya penetapan tersangka.Permohonan praperadilan itu teregistrasi dengan nomor surat 10/Pid.Pra/2022/PN JKT.SEL.