Rabu 16 Mar 2022 17:19 WIB

Jamban Helikopter yang Masih Eksis Meski Mulai Terkikis

Tidak adanya dana membangun WC membuat jamban helikopter masih digunakan.

Seorang warga melintasi sebuah jamban helikopter di Desa iarapayung, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten.
Foto: Republika/Eva Rianti
Seorang warga melintasi sebuah jamban helikopter di Desa iarapayung, Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Eva Rianti

Penggunaan fasilitas jamban yang tidak layak seperti jamban helikopter masih ditemukan di Kota Tangerang Selatan (Tangsel). Setidaknya masih ada sebanyak 420 kepala keluarga (KK) di Kecamatan Setu, Tangsel, yang masih menggunakan jamban helikopter. Jumlah tersebut mungkin tampak masih banyak, tapi warga di Kecamatan Setu mengatakan penggunaan jamban helikopter semakin punah alias makin terkikis jumlahnya.

Baca Juga

Salah satu wilayah di Setu yang masih menggunakan jamban helikopter adalah RT 02/RW 03, Kampung Cirompang, Kademangan, Setu. Pantauan Republika, ada satu unit jamban helikopter di lokasi tersebut yang posisinya di atas sebuah empang berair warna hijau dan berdekatan dengan tempat pemancingan ikan.

Warga menyebut jamban meliputi kayu dan karung yang berada di atas ketinggian sekitar 1 meter dari empang itu merupakan sisa jejak masa-masa lampau. Lokasi jamban helikopter tersebut terpantau berada di dekat perumahan warga, tepatnya di belakang Perumahan Batan.

Salah satu warga sekitar, Haerudin (58 tahun) mengatakan, memang masih ada jamban helikopter di wilayah tersebut. Tempat buang air besar itu disebut sudah ada sejak sekitar tahun 1990-an. Hingga saat ini masih ada sejumlah warga yang menggunakannya.

"Tahun 1993 dulu ada empat jamban karena belum pada punya sanitasi. Seiring perkembangan zaman terkikis hingga tersisa satu," kata Haerudin di kawasan Setu, Rabu (16/3/2022).

Semakin berkurangnya jamban helikopter, menurutnya karena warga berangsur memiliki tempat sanitasi yang lebih layak, yakni toilet di rumah. Sehingga saat ini hanya segelintir warga yang menggunakan jamban tersebut.

"Itu jarang digunakan, paling pas kepepet saja. Itu juga paling dipakai malam, malas ke WC, sambil santai merokok. Sekarang warga hampir punya semua (toilet di rumah)," tuturnya.

Seiring dengan terkikisnya jumlah empang, hal lain yang berkaitan dengan sanitasi diungkapkan oleh warga lainnya, Nuah (38). Menurut penuturannya, dulu dirinya memang kerapkali menggunakan jamban helikopter, namun sejak sekitar tahun 2009 sudah menggunakan toilet di dalam rumah. Hanya saja dirinya mengaku masih memiliki persoalan terkait sanitasi, yakni tidak memiliki septic tank.

"Dulu pakai (jamban helikopter) karena nggak punya WC. Sekarang sudah buang air di WC rumah, tapi nggak punya septic tank, jadi buang kotorannya ke empang," ujarnya.

Lokasi pembuangan kotoran hasil BAB tersebut diketahui di empang yang menjadi lokasi adanya jamban helikopter tersebut. Menurut penuturan Nuah, bukan dirinya saja yang melakukan pembuangan ke empang tersebut, tapi beberapa KK yang ada di sekitar lokasi.

Nuah mengaku ingin membuat septic tank di rumahnya, namun belum ada biaya. Dia berujar sempat pihak pemerintah setempat melakukan pendataan mengenai jumlah warga yang belum memiliki septic tank, namun belum ada tindak lanjutnya hingga sekarang.

"Mau bikin septic tank kalau empangnya diurug. Ya sebenarnya kalau ada yang gerakin misalnya gratis dari pemerintah, ya mau banget, sekarang langsung saja dibongkar dibikin septic tank," kata dia.

Di Kabupaten Tangerang yaitu di Desa Kiarapayung, Kecamatan Pakuhaji, juga masih ada jamban helikopter berupa kayu dan karung seluas sekitar 2×2 meter yang berdiri di bantaran sungai. Beberapa warga tampak bergantian memasuki salah satu jamban untuk buang air kecil atau buang air besar.

Tak jauh dari lokasi tersebut, sekitar 15 meter, terlihat ada seorang warga sedang mencuci pakaian di kali tersebut. Sementara di pinggir kali, hanya berjarak sekitar 4 meter dari jamban terdapat sebuah bangunan toilet umum bertuliskan 'program bantuan sarana publik MCK" yang terbengkalai.

Tanin (55 tahun), salah satu warga sekitar mengatakan, dia dan sejumlah warga lainnya kerapkali masih sering buang air besar di jamban helikopter tersebut. Pasalnya, dia mengaku tidak memiliki toilet di rumah.

"Saya belum punya toilet di rumah. Dan memang kebiasaan dari dulu dari orang tua buang airnya di jamban," ujar Tanin saat ditemui di kawasan Pakuhaji, Senin (14/3/2022).

Berdasarkan pengamatannya, memang masih ada sejumlah warga yang buang air besar sembarangan. Kadangkala, mereka buang hajat di pepohonan atau semak-semak.

"Masih begitu budayanya masyarakatnya. Saya pribadi sebenarnya juga pengen toilet di rumah, yang jalan airnya yang rapi pembuangannya. Tapi belum punya dana untuk membuat toilet," kata dia.

Dia menuturkan, dengan budaya demikian, masyarakat sekitar memang masih sangat kentara dengan jamban helikopter, meskipun sempat ada toilet umum yang disediakan. Masalahnya, dia menyebut, toilet umum yang berada persis di depan jamban tidak dipergunakan dengan semestinya.

"Ada WC umum sebenarnya sudah didirikan satu tahun yang lalu. Tapi baru dipakai satu bulan, sudah nggak dipakai lagi. Soalnya mesin airnya dicolong, nggak ada air, lampu hilang, pada bocor karena kena buah kelapa dari pohon di atasnya, bau juga pada nggak suka. Sudah hancur," ungkapnya.

Nina (55), warga lainnya mengaku mendirikan sebuah jamban helikopter dan menggunakannya sejak lebih dari empat dekade yang lalu. Kebiasaan menggunakan jamban untuk buang air besar dilakukan lantaran dirinya tidak memiliki toilet di dalam rumah.

"Memang nggak punya toilet jadi biasa memang pakai itu (jamban). Pengen punya, tapi masih belum ada biaya untuk membuatnya. Nanti deh kalau sudah ada biayanya bikin toilet," tuturnya.

Lain lagi Nemi (46), warga Pakuhaji yang mengaku memiliki toilet di rumah, namun masih sering menggunakan jamban helikopter pada siang hari. Dia menyebut kebiasaan buang air di jamban lebih nyaman daripada di toilet rumah.

"Di sini memang begitu, toilet mah ada tapi nggak biasa. Lebih ini (nyaman) saja, namanya di dalam dan di luar beda. WC di rumah paling dipakai kalau malam," ujarnya.

Menurut pengakuannya, dirinya tidak mengetahui mengenai dampak membuang kotoran lewat jamban helikopter ke sungai terhadap lingkungan. "Nggak tahu (dampaknya), cuma memang nyaman saja sudah," kata dia.

photo
Sejumlah anak menyaksikan poster kebersihan pada saat Deklarasi Stop Buang Air Besar Sembarangan di Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (16/3). - (Antara/Yossy Widya)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement