REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Guru Besar Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada (UGM), Zullies Ikawati, mengatakan, Covid-19 tidak bisa diprediksi seperti apa.
Dia menduga, mutasi Covid-19 yang terjadi termasuk omicron bukanlah varian virus terakhir. "Kita tidak bisa berharap terlalu banyak karena Covid-19 tidak bisa diprediksi seperti apa," ujarnya dalam konferensi virtual, Kamis (10/3/2022).
Saat ini, dia melanjutkan, kasus Covid-19 masih berfluktuasi. Terkait mutasi virus yang terus terjadi, termasuk omicron, Zullies memiliki dugaan.
Dia menduga omicron bukanlah varian virus terakhir karena selama virus masih punya host untuk masuk dan bereplikasi maka virus ini ada kesempatan untuk mengalami mutasi.
Oleh karena itu, Zullies mewanti-wanti jangan biarkan virus ini masuk ke dalam tubuh manusia kemudian punya kesempatan bereplikasi dan mengalami mutasi. Oleh karena itu, sistem imunitas tubuh jadi penentu infeksi ini.
Terkait mutasi virus, dia menyebutkan yang kini banyak ada varian baru omicron yang paling banyak terjadi di Amerika, Amerika Utara, Eropa, sebagian Australia, termasuk Indonesia.
Bahkan, dia menyebutkan saat ini sudah terdeteksi subvrian son of omicron. "Namun, apapun variannya, dia (Covid-19) akan masuk melalui rongga mulut, saluran napas," katanya.
Terkait arahan presiden Jiko Widodo mengubah pandemi Covid-19 jadi endemi, Zullies meminta kebijakan ini harus diterapkan dengan hati-hati.
Dia menyadari keputusan ini dibuat karena pertimbangan keseimbangan kesehatan dan sosial ekonomi. Apalagi banyak sektor ekonomi terdampak. Namun, dia mengingatkan, jika protokol kesehatan (prokes) kendor, ini bisa membuat kasus Covid-19 kembali meningkat.
"Contohnya Yogyakarta sebagai kota wisata, banyak orang berwisata dan sekarang kasus Covid-19 naik lagi. Ini harus hati-hati saat menjadi wacana secara nasional," ujarnya.
Artinya, dia meminta, jika nanti Covid-19 menjadi endemi namun protokol kesehatan (prokes) harus tetap dilakukan, cakupan vaksinasi Covid-19 ditambah, dan imunitas tubuh harus dijaga.