REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pakar hukum tata negara yang pernah menjadi ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie menilai, tokoh partai politik (parpol) yang mengusulkan ide penundaan Pemilu 2024 hanya main-main. Menurutnya, isu tersebut sudah selesai karena secara hukum tidak ada ruang menunda pemilu.
"Saya berpendapat bahwa partai-partai yang masih mengusung penundaan pemilu cuma main-main saja, supaya masuk di media terus dijadikan pembicaraan," ujar Jimly dalam webinar Mengkaji Konstitusionalitas Jadwal Pemilu di Indonesia, Kamis (10/3/2022).
Dia juga berpendapat, alasan parpol mengusulkan penundaan pemilu karena belum siap berkontestasi. Sedangkan, dia menyebut, parpol yang sudah siap dengan calon presidennya seperti PDIP, Gerindra, dan Nasdem, tidak setuju atau menolak usulan penundaan Pemilu 2024.
"Apalagi partai oposisi kayak Demokrat, PKS, enggak mungkin mau penundaan. Maka, sudah enggak usah dibicarakan lagi mengenai penundaan ini," kata Jimly.
Menurut dia, tidak akan ada perubahan regulasi, baik pada Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 maupun UU Pemilu. Dia mengatakan, mayoritas anggota DPR, termasuk DPD, tidak setuju untuk menunda pemilu.
"Jadi kemungkinan untuk perubahan Undang-Undang, perubahan Undang-Undang Dasar, ya, enggak mungkin lah. Apalagi, Undang-Undang (Pemilu) kan sudah dikeluarkan dari prolegnas," tutur dia.
Jimly mengatakan, hari pemungutan suara sudah disepakati secara resmi antara DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu. Berdasarkan kesepakatan itu, KPU kemudian mengeluarkan keputusan yang menetapkan hari pemungutan suara jatuh pada Rabu, 14 Februari 2024.
Sebagaimana ketentuan UU Pemilu, tahapan pemilu harus dimulai paling lambat 20 bulan sebelum hari pemungutan suara. Dengan demikian, tahapan Pemilu 2024 akan dimulai pertengahan 2022.
"Kalau sudah dimulai 1 Agustus, berarti tahapan proses pemilihan umum sudah dimulai maka biasanya logika akal sehat di bidang hukum seluruh dunia kalau pertandingan sudah mulai, peraturan pertandingan enggak boleh diubah lagi," jelas Jimly.