Senin 07 Mar 2022 06:49 WIB

Pemprov DIY Tegaskan Sultan HB IX Jadi Menhan Saat Serangan Umum 1 Maret 1949

Fadli Zon menyebut, menhan diemban Syafruddin Prawiranegara kala SU 1 Maret 1949.

Rep: Silvy Dian Setiawan/ Red: Erik Purnama Putra
Pengunjung mengamati karya yang dipamerkan saat pameran seni lukis Tahta Untuk Rakyat Sri Sultan Hamengku Buwono IX di Jogja Gallery, Kota Yogyakarta, Rabu (17/3/2021).
Foto: ANTARA/Andreas Fitri Atmoko
Pengunjung mengamati karya yang dipamerkan saat pameran seni lukis Tahta Untuk Rakyat Sri Sultan Hamengku Buwono IX di Jogja Gallery, Kota Yogyakarta, Rabu (17/3/2021).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Pemerintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (Pemprov DIY) menjawab argumen sejarawan sekaligus politikus Fadli Zon yang menyatakan, Sri Sultan Hamengku Buwono (HB) IX bukan sebagai menteri pertahanan (menhan) kala Serangan Umum (SU) 1 Maret 1949. Fadli berargumen, selama Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI) periode 22 Desember 1948 hingga 13 Juli 1949, menhan diemban oleh Syafruddin (Sjafroeddin) Prawiranegara yang juga merangkat ketua PDRI.

Kepala Bagian Biro Umum Humas dan Protokol Sekretariat Daerah (Setda) DIY, Ditya Nanaryo Aji menegaskan, saat itu SU 1 Maret 1949, Sultan HB IX masih dianggap sebagai menhan. Bahkan, Ditya mengeklaim, Syafruddin sendiri mengakui hal itu. "Sultan masih dianggap sebagai menteri pertahanan dan itu diakui oleh Syafruddin sendiri," kata Ditya kepada Republika di Kota Yogyakarta, Ahad (6/3).

Baca Juga

Sebagai buktinya, kata Ditya, Syafruddin akhirnya menyerahkan mandat posisi menhan kepada Sultan HB IX ketika PDRI resmi berakhir pada 14 Juni 1949. Dia menjelaskan, mandat diberikan Syafruddin kepada Sultan HB IX selaku menhan agar mengkondisikan dan mengatur Kota Yogyakarta dalam proses masuknya TNI dan keluarnya Belanda dari ibu kota negara tersebut. "Peristiwa itu terjadi pada tanggal 29 Juni 1949 yang dikenal dengan Peristiwa Yogya Kembali," ujar Ditya.

Sejarawan sekaligus politikus Fadli Zon menyebut, saat SU 1 Maret 1949 yang menjabat menhan adalah Syafruddin. Menurut dia, jabatan menhan baru diserahkan Syafruddin kepada Sultan HB IX ketika PDRI resmi berakhir.

Adapun dalam video, Menko Polhukam Mahfud MD juga menyebut, salah satu alasan mengapa Sultan HB IX masuk dalam Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara adalah statusnya sebagai menhan. Dalam Keppres itu, selain Jenderal Soedirman dan Sultan HB IX, nama Sukarno-Hatta yang sedang ditawan Belanda di Pulau Bangka disebut penggerak SU 1 Maret 1949 oleh Presiden Jokowi.

"Peristiwa Serangan Umum 1 Maret 1949 yang digagas oleh Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan diperintahkan oleh Panglima Besar Jenderal Soedirman serta disetujui dan digerakkan oleh Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta, dan didukung oleh Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, laskar-laskar perjuangan rakyat, dan segenap komponen bangsa Indonesia lainnya, merupakan bagian penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia yang mampu menegakkan kembali eksistensi dan kedaulatan Negara Indonesia di dunia internasional serta telah berhasil menyatukan kembali kesadaran dan semangat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia," begitu bunyi Keppres Nomor 2 Tahun 2022.

Sebelumnya, melalui akun Twitter Humas Pemda DIY @humas_jogja pun menanggapi terkait hal ini, Sabtu (5/3) malam. Dalam cuitan di Twitter, disebutkan bahwa tidak disebutnya sejumlah nama-nama yang terlibat dalam SU 1 Maret 1949 dalam keppres tersebut bukan berarti mengecilkan jasa para pejuang bangsa dan menghilangkan sejarah.

"Meskipun di dalam Keputusan Presiden Nomor 2 tahun 2022 tersebut tidak menyebutkan nama Soeharto, Oerip Sumohardjo, Ventje Sumual, Mayor Sardjono serta tokoh lainnya, namun bukan berarti Keppres ini mengecilkan jasa para pejuang bangsa dan menghilangkan sejarah," kata Humas Pemda DIY.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement