REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tidak akan tergesa-gesa memutuskan status pandemi menjadi endemi meski beberapa indikator pengendalian Covid-19 menunjukkan perbaikan. Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden Abraham Wirotomo mengatakan, seluruh keputusan apapun didasarkan pada data science dan kalkulasi yang matang.
"Mengenai perubahan status pandemi menjadi endemi, bapak Presiden menekankan kita tidak perlu tergesa-gesa dan memperhatikan aspek kehati-hatian," kata Abraham, dikutip dari siaran pers KSP, Rabu (2/3/2022).
Abraham mengatakan, presiden tidak ingin Indonesia sampai kembali ke situasi pada awal pandemi jika kebijakan diambil secara terburu-buru. Menurut dia, pemerintah selalu memonitor perkembangan Covid-19 di Indonesia maupun di negara lain.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah juga melibatkan para pakar dalam mengambil setiap kebijakan terutama dalam penentuan status pandemi. "Jika memang data-data ilmiah dan analisa pakar menunjukan kondisi terus membaik, maka relaksasi juga akan semakin dibuka," ujar dia.
Sebagai informasi, data Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyebutkan, jumlah kasus Covid-19 harian hingga pasien rawat inap terus menunjukan penurunan. Per Selasa (1/3/2022), total bed occupancy rate (BOR) Covid-19 secara nasional turun menjadi 34 persen dari hari sebelumnya, yakni 35 persen. Begitu pula dengan kasus konfirmasi harian yang kembali turun menjadi 24.728 kasus.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengatakan pemerintah tengah menyusun strategi untuk mengubah status pandemi Covid-19 menjadi endemi. Budi menjelaskan, Presiden Jokowi meminta agar keputusan tersebut dipertimbangkan secara matang dengan memperhatikan berbagai pendekatan baik dari sisi sains, kesehatan, sosial, budaya dan ekonomi.