REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejakgung) memastikan untuk menghentikan proses hukum dan penuntutan terhadap Nurhayati terkait skandal pelaporan dugaan korupsi penggunaan anggaran desa di Citemu, Cirebon, Jawa Barat (Jabar). Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Febrie Adriansyah menegaskan, dari proses penelusuran perkara Nurhayati memang tak patut ditetapkan sebagai tersangka.
Febrie mengatakan, tim penuntutannya di Jampidsus, sudah melakukan evaluasi terhadap para jaksa peneliti, dan penuntutan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Cirebon, yang menangani kasus itu. Hasil evaluasi dikatakan Febrie, menunjukkan adanya ‘simpangsiur’ penanganan hukum dalam penetapan Nurhayati sebagai tersangka yang dilakukan oleh Polres Kota Cirebon.
Termasuk keputusan kejaksaan menyatakan perkara tersebut lengkap (P-21). Padahal, kata Febrie, dari penelusuran kasus, Nurhayati, selaku Kepala Urusan Keuangan Desa Citemu adalah sebagai pelapor kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Kepala Desa Supriyadi.
“Setelah kita cek ke penuntut umum di Kejari Cirebon, mereka (jaksa penuntut) sama sekali tidak mengetahui bahwa Nurhayati ini, adalah pelapornya dalam perkara tersebut,” ujar Febrie saat ditemui Republika, di Gedung Pidana Khusus (Pidsus), Kejakgung, Jakarta, Selasa (1/3/2022).
Akan tetapi, penetapan tersangka yang sudah dilakukan penyidik Polres Kota Cirebon, tak bisa serta merta digugurkan. Sebab itu, kata Febrie, kordinasi dengan Bareskrim Polri, setuju memerintahkan Polres Kota Cirebon segera melimpahkan berkas perkara, dan barang bukti terkait kasus Nurhayati, ke Kejari Cirebon. Dari pelimpahan berkas perkara tersebut, Febrie mengatakan, kejaksaan berhak untuk tak melanjutkan perkara itu ke penuntutan di pengadilan.
“Karena perkaranya ini sudah P-21 (berkas perkara lengkap), maka kami dari sini (Kejaksaan Agung) akan meminta untuk segera dilakukan tahap dua (pelimpahan tersangka). Kemudian kami dari Kejaksaan Agung, akan mengeluarkan SKP2 (Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan),” ujar Febrie.
Penerbitan SKP2, merupakan kewenangan kejaksaan terkait penanganan kasus yang dinilai tak sesuai prosedur. “SKP2 juga selanjutnya akan menggugurkan status hukum, dan penghentian perkara terhadap yang bersangkutan (Nurhayati),” terang Febrie.
Penerbitan SKP2 oleh Jampidsus, sebetulnya instruksi langsung dari Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin, Senin (28/2). Burhanuddin menegaskan, kasus yang menjerat Nurhayati adalah gambaran dari penyimpangan proses hukum yang sulit terpantau dalam proses penyelidikan, dan penyidikan.
“Saya perintahkan Jampidsus, untuk segera mengambil langkah penyelesaian perkara tersebut, dan memastikan untuk melindungi hak-hak yang sudah ditersangkakan sesuai hukum acara pidana,” ujar Burhanuddin, Senin (28/2).
Kepala Bareskrim Polri, Komisaris Jenderal (Komjen) Agus Andrianto, juga mengatakan, sudah memerintahkan Polres Kota Cirebon untuk segera melimpahkan tersangka Nurhayati ke kejaksaan agar segera diterbitkan SKP2. “Kejaksaan sudah menyampaikan surat permintaan untuk segera dilakukan tahap dua terhadap tersangka N (Nurhyati). Dan sudah dinyatakan untuk tidak dilakukan penuntutan,” kata Agus kepada wartawan, Selasa (1/3).
Kasus Nurhayati mencuat ke publik setelah ia ditetapkan sebagai tersangka oleh kepolisian terkait kasus dugaan korupsi yang dilakukan oleh Kepala Desa Citemu, Cirebon, Jabar. Penetapan tersangka terhadap Nurhayati mendapat kecaman publik karena Nurhayati, sebetulnya adalah sebagai saksi, dan pelapor atas dugaan korupsi penggunaan anggaran desa tersebut. Kecaman publik tersebut, pun membuat Menko Polhukam Mahfud MD, memerintahkan agar Polri maupun Kejaksaan membatalkan status tersangka terhadap Nurhayati, atau menghentikan proses hukum terhadapnya.