Jumat 25 Feb 2022 17:22 WIB

Mendesak Pemerintah Meminta Maaf Atas Kekerasan di Desa Wadas

Pemerintah dianggap mengabaikan warga Wadas yang tolak penambangan setahun terakhir.

Warga kembali beraktifitas di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Senin (14/2/2022). Kegiatan warga berlangsung normal pascapenarikan aparat kepolisian dari Desa Wadas. Kondisi desa juga mulai kondusif pascapenangkapan warga pekan lalu. Diketahui 63 warga ditangkap kepolisian bersamaan dengan pengukuran tanah warga yang setuju dengan penambangan batu andesit untuk Bendungan Bener di Wadas.
Foto: Wihdan Hidayat/Republika
Warga kembali beraktifitas di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, Senin (14/2/2022). Kegiatan warga berlangsung normal pascapenarikan aparat kepolisian dari Desa Wadas. Kondisi desa juga mulai kondusif pascapenangkapan warga pekan lalu. Diketahui 63 warga ditangkap kepolisian bersamaan dengan pengukuran tanah warga yang setuju dengan penambangan batu andesit untuk Bendungan Bener di Wadas.

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Rizky Suryarandika

Insiden kekerasan di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, dinilai terjadi bukan tanpa kesengajaan. Insiden tersebut dianggap terjadi akibat buah kebijakan yang tak berpihak pada rakyat.

Baca Juga

Ketua YLBHI Bidang Advokasi dan Jaringan Zainal Arifin mengungkapkan rencana tambang andesit di Wadas untuk proyek Bendungan Bener pastinya sudah melewati kajian dan evaluasi. Sehingga menurutnya, insiden di Wadas terjadi karena tak mempertimbangkan aspirasi sebagian warga yang menolak tambang. Padahal sebagian warga sudah menyampaikan penolakan sejak setahun belakangan.

"Konflik Wadas ini kan pemerintah bikin bendungan nggak iseng-iseng. Apa yang terjadi di Wadas harus dilihat ada skema besar. Proses-proses penindasan terhadap masyarakat itu sudah dimulai sejak direncanakan PSN (proyek strategis nasional) sebagai sesuatu yang ambisius," kata Zainal dalam konferensi pers virtual YLBHI pada Jumat (25/2/2022).

Zainal menyebut perubahan kebijakan demi memuluskan PSN berujung pada kesengsaraan rakyat terdampak proyek. "Misalnya UU Ciptaker yang ubah banyak pasal dibabat habis kepentingan rakyat. Inilah skema besar rezim hari ini yang kedepankan pembangunan," lanjut Zainal.

Oleh karena itu, Zainal menuding pengerahan aparat keamanan ke Wadas merupakan skema terencana. Ia membantah dalih aparat yang hadir disana untuk mencegah konflik horizonal warga pro dan kontra tambang andesit.

"Kekerasan di Wadas tak bisa dilihat dari BPN minta bantuan Polri untuk pengamanan. Tapi keberadaan Polri ini bagian dari skema untuk amankan PSN," ujar Zainal.

"Ini bukan tidak sengaja BPN panggil polisi terus ada bentrok. Tapi ini bagian dari skema besar oligarki pemerintahan rezim ini," tambah Zainal.

Zainal juga menyampaikan memang ada instruksi Presiden Joko Widodo agar kepolisian menjaga pelaksanaan PSN termasuk di Wadas. Namun menurutnya, kepolisian salah menginterpretasikan pesan Presiden.

"Inilah diterjemahkan Polri artinya diamankan itu nggak boleh ada gangguan, kalau ada yang protes harus dibungkam, kalau ada yang bersuara lewat media sosial harus disingkirkan, kalau ada yang melawan harus digebuk meski gunakan kekerasan. Inilah yang terjadi," ucap Zainal.

Menanggapi temuan Komnas HAM, Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) mendesak Menkopolhukam Mahfud MD meminta maaf. Wakil Koordinator KontraS Rivanlee Ananda mengatakan temuan Komnas HAM ini membantah pernyataan Mahfud MD yang sempat menyebut tak ada kekerasan di Wadas. Mahfud memang sempat mengklaim kepolisian sudah menerapkan prosedur dan tak melakukan kekerasan di Wadas.

"Mahfud MD harus meminta maaf atas pernyataannya. Mahfud MD juga harus mengambil langkah konkret dalam penanganan kasus Wadas," kata Rivanlee di Jakarta, Jumat.

Rivanlee menuntut Mahfud MD agar menaati rekomendasi Komnas HAM. Ia mendesak tak ada lagi kekerasan aparat kepolisian kepada warga Wadas. Kemudian, ada sanksi yang dijatuhkan terhadap pelaku kekerasan di Wadas.

"Mahfud MD harus menjamin tidak ada polisi yang mendatangi warga, menjamin adanya penindakan terhadap anggota serta pimpinan yang melakukan dan membiarkan pelanggaran terjadi dan menjamin tidak terjadi kejadian serupa di wadas di kemudian hari dengan mengacu pada temuan komnas HAM," ujar Rivanlee.

Selain itu, Rivanlee meminta Komnas HAM menindaklanjuti temuan dengan meneruskannya ke Presiden Joko Widodo. Ia berharap temuan itu dapat menjadi bahan evaluasi Pemerintah dalam tiap agenda pembangunan.

"Memberikan rekomendasi tersebut ke presiden supaya menjadi atensi bahwa pelaksanaan PSN (proyek strategis nasional) penuh polemik dan patut dievaluasi ke depannya agar tidak terjadi hal itu kembali," ucap Rivanlee.

Rivanlee juga meminta Komnas HAM agar menyampaikan temuan soal insiden Wadas ke Polri. Selanjutnya, Komnas HAM bisa memantau apakah rekomendasinya sudah dijalanlan atau belum. "Komnas HAM menindaklanjuti temuan tersebut dengan memberikan temuan ke Kapolri supaya bisa diteruskan ke tingkat Kapolda," tutur Rivanlee.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement