Selasa 17 Jan 2023 16:25 WIB

Di Sidang PTUN, Ahli Hukum Dinilai Perkuat Posisi Warga Wadas

Warga Wadas menghadirkan dua orang saksi untuk memperkuat mereka di sidang PTUN.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Bilal Ramadhan
Aliansi Solidaritas Untuk Wadas menggelar unjuk rasa di Tugu Pal Putih Yogyakarta. Warga Wadas menghadirkan dua orang saksi untuk memperkuat mereka di sidang PTUN.
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Aliansi Solidaritas Untuk Wadas menggelar unjuk rasa di Tugu Pal Putih Yogyakarta. Warga Wadas menghadirkan dua orang saksi untuk memperkuat mereka di sidang PTUN.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Warga Wadas bersama tim kuasa hukum menghadiri sidang kesembilan di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta melawan Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian ESDM. Agenda kali ini mendengarkan keterangan Ahli dari Para Penggugat (Warga Wadas).

Dalam sidang kali ini, warga Wadas menghadirkan dua orang saksi, yakni Richo Andi Wibowo sebagai ahli Hukum Administrasi Negara dan Herlambang Perdana Wiratraman sebagai ahli Hukum Hak Asasi Manusia.

Baca Juga

Richo menyampaikan bahwa fungsi perizinan sangat penting bagi suatu kegiatan untuk mencegah dampak yang tidak diinginkan. Ia meyakini titik tekan izin bukan pada siapa yang melakukan kegiatan, akan tetapi pada kegiatan yang dilakukan. 

"Kegiatan yang menimbulkan dampak atau berpotensi menimbulkan dampak, baik yang dilakukan oleh individu, kelompok, badan hukum privat, maupun badan hukum publik harus mengurus perizinan," kata Richo dalam persidangan yang berlangsung pada Senin (16/1/2023).

Ahli hukum HAM, Herlambang Perdana Wiratraman menyampaikan setiap kebijakan harus secara aktif melibatkan partisipasi masyarakat. Selain itu, pemerintah harus membuka seluas-luasnya akses informasi kepada masyarakat atas kebijakan yang diterbitkan.

"Hak berpartisipasi dalam pembangunan dan hak atas informasi adalah hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam Pasal 28F UUD 1945," ujar Herlambang. 

Kuasa hukum warga Wadas dari LBH Yogyakarta, Julian Duwi Prasetia menilai, keterangan Ahli Hukum Administrasi Negara dapat memperjelas perkara ini. Ia meyakini tidak ada alasan bagi Dirjen Minerba untuk merekomendasikan pertambangan di Wadas dilakukan tanpa izin dengan alasan yang akan menambang di Wadas adalah instansi pemerintah. 

"Karena memang izin itu merupakan instrumen bagi negara untuk melakukan kontrol atas kegiatan yang dilakukan. Kalau tidak ada izin, maka tidak ada kepastian hukum bagi Warga Wadas," ucap Julian. 

Sementara itu, kuasa hukum warga Wadas dari Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Edy Kurniawan menyampaikan negara telah melakukan pelanggaran terhadap hak-hak warga Wadas. Menurutnya, untuk melakukan pertambangan di Wadas, pemerintah tidak partisipatif dan tidak memberikan informasi yang komprehensif terhadap warga Wadas.

"Dalam menerbitkan Objek Sengketa atau surat rekomendasi pertambangan tanpa izin di Wadas, pemerintah abai terhadap partisipasi masyarakat Wadas. Padahal UUD 1945 dan banyak peraturan perundang-undangan yang berlaku menempatkan hak berpartisipasi dalam pembangunan dan hak atas informasi pada posisi yang sangat krusial dalam pembangunan untuk kesejahteraan rakyat," ucap Edy.

Sidang lanjutan warga Wadas melawan Dirjen Minerba Kementerian ESDM akan dilakukan pada 24 Januari 2023 dengan agenda mendengarkan keterangan ahli dari warga Wadas dan keterangan ahli dari Dirjen Minerba Kementerian ESDM. Warga Wadas akan menghadirkan dua orang ahli lagi, yakni ahli Hukum Pertambangan dan ahli Agraria. 

"Untuk itu, warga Wadas meminta dukungan dari seluruh masyarakat Indonesia untuk membersamai dan mengawal perjuangan warga Wadas dalam mencari keadilan," kata Edy.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement