Senin 21 Feb 2022 16:51 WIB

PMI Palembang Siapkan 1.000 Pendonor untuk Bantu Pasien di RS

Pendonor darah sukarela tersebut sewaktu-waktu siap dipanggil.

Warga relawan mendonorkan darah (ilustrasi)
Foto: ANTARA FOTO/Rahmad
Warga relawan mendonorkan darah (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang, Sumatra Selatan menyiapkan sebanyak 1.000 lebih pendonor sukarela untuk membantu pasien rumah sakit (RS) yang membutuhkan tambahan darah. "Sekarang ini ada 1.000 lebih pendonor sukarela siap dipanggil petugas PMI, jumlah pendonor tersebut akan terus ditingkatkan sehingga jika terjadi peningkatan permintaan darah dari pasien rumah sakit yang membutuhkan tambahan darah bisa dipenuhi dengan baik dan cepat," kata Ketua PMI Palembang Fitrianti Agustinda di Palembang, Senin (21/2/2022).

Menurut dia, pendonor darah sukarela tersebut sewaktu-waktu siap dipanggil (on call) menyumbangkan darahnya kepada pasien rumah sakit atau masyarakat yang dalam kondisi darurat memerlukan segera tambahan darah. Dengan adanya pendonor sukarela tersebut, kata dia, kebutuhan darah pasien rumah sakit di daerah berjuluk "Bumi Sriwijaya" itu setiap bulan sekitar 5.000 hingga 7.000 kantong bisa dipenuhi dengan baik.

Baca Juga

Ia menjelaskan keberadaan pendonor darah siap dipanggil itu sangat membantu masyarakat yang menghadapi kesulitan mendapatkan donor darah golongan tertentu yang tidak bisa dipenuhi oleh keluarga atau teman-temannya. Dalam kondisi darurat, kata dia, masyarakat bisa meminta bantuan dengan menghubungi pendonor yang sukarela memenuhi panggilan ke Unit Donor Darah PMI menyumbangkan darahnya untuk kepentingan kemanusiaan.

Pemanfaatan pendonor siap panggil itu merupakan langkah terakhir jika stok darah di PMI tidak tersedia dan keluarga pasien tidak bisa mendapatkan keluarga dan teman-temannya yang memiliki golongan darah sesuai dengan kebutuhan. Permintaan darah semaksimal mungkin diupayakan bisa dipenuhi. "Karena jika pasien tidak bisa mendapatkan donor darah sesuai dengan kebutuhan pengobatannya bisa mengakibatkan pasien meninggal dunia akibat dokter tidak dapat melakukan tindakan medis secara maksimal," ujar Fitrianti Agustinda.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement