Ahad 20 Feb 2022 10:36 WIB

Pedagang Keluhkan Penutupan Jalan di Bandung

Pedagang mengaku mengalami penurunan omzet sejak penutupan jalan di Bandung.

Rep: Dea Alvi Soraya/ Red: Bilal Ramadhan
Petugas Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) membagikan masker kepada pedagang di Pasar Baru, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (19/2/2022). BNPB bersama pemerintah Kota Bandung dan dinas terkait membagikan 200 ribu masker di berbagai titik di Kota Bandung dan Cimahi untuk mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19.
Foto: Antara/Raisan Al Farisi
Petugas Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB) membagikan masker kepada pedagang di Pasar Baru, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (19/2/2022). BNPB bersama pemerintah Kota Bandung dan dinas terkait membagikan 200 ribu masker di berbagai titik di Kota Bandung dan Cimahi untuk mengantisipasi lonjakan kasus COVID-19.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — Satuan Lalu Lintas Polrestabes Bandung bersama Dinas Perhubungan Kota Bandung, pekan ini, kembali menerapkan penutupan tiga ruas jalan yakni Jalan Asia Afrika, Lengkong Kecil dan Jalan Dipatiukur, berlaku mulai pukul 18.00 hingga 24.00 WIB.

Aturan tersebut tentu berimbas pada pedagang yang berada di tiga ruas tersebut, salah satunya Yayan (42 tahun). Pria yang setiap harinya berdagang aneka gorengan di depan Monumen Perjuangan di Jalan Dipatiukur tersebut mengaku mengalami penurunan omset sejak ditetapkannya aturan penutupan jalan.

Baca Juga

“Semenjak pandemi memang sudah turun, gara-gara (penutupan jalan) ini juga banyak yang biasanya jualan sampai malam jadi harus tutup lebih cepat,” ujarnya kepada Republika, Sabtu (19/2/2022).

Sebelum diberlakukannya penutupan jalan, sepanjang jalan Dipatiukur memang menjadi destinasi kuliner yang digemari warga Kota Bandung, terutama di malam hari.

“Kalau malam sebenarnya di sepanjang jalan depan Monju (Monumen Perjuangan) banyak yang dagang, tapi karena jalan ditutup jadi sepi. Karena dijaga polisi, kalau ada yang nekat jualan diusir,” kata Yayan.

Meski mengalami penurunan pemasukan, Yayan mengaku hanya bisa pasrah karena aturan tersebut merupakan kebijakan pemerintah demi kebaikan bersama. “Mau protes juga bingung karena sudah aturan pemerintah,” kata dia.

Dia menjelaskan, meski pukul 18.00 jalan telah ditutup, namun pedagang masih diizinkan berjualan hingga pukul 21.00 WIB. “Pedagang dibatasi sampai jam 9 malam, kalau jualan lebih dari itu diambil dagangannya,” tuturnya.

Nasib serupa juga dialami Tuti (30). Pedagang nasi kuning di depan Gedung Fakultas Menejemen Pascasarjana Universitas Padjajaran di Jalan Dipatiukur itu mengatakan penutupan ini telah dimulai sejak pekan lalu.

“Sabtu-Minggu kemarin sudah ditutup, mulai jam 6 sore sampai 12 malam. Kalau hari biasa tidak,” tutur dia.

Meski ditutup, dia mengatakan masih banyak pedagang yang tetap berjualan, kebanyakan pembeli yang membawa kendaraan memarkirkan kendaraannya di luar jalan Dipatiukur. Imbasnya, tentu omset yang didapatkan Tuti tidak akan sebesar sebelum penerapan penutupan jalan.

“Kalau yang jualan mah normal jualan aja, tapi pembelinya yang sedikit karena memang kendaraan tidak bisa masuk. Banyak juga yang khawatir karena harus parkir agak jauh, bisa lewat Jalan Teuku Umar,” ujarnya.

“Iya (omset turun), tapi yang namanya jualan mah yang penting usaha saja ya, walaupun pembeli memang tidak banyak,” kata Tuti.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement