REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah membantah isu yang beredar soal dana Jaminan Hari Tua (JHT) milik pekerja digunakan oleh pemerintah. Dia bahkan memastikan dana JHT itu aman dan dikelola secara transparan serta hati-hati.
"Tidak benar (dipakai pemerintah). Dana JHT tetap menjadi hak pekerja dan dapat diambil saat mencapai usia 56 tahun dengan persyaratan dokumen sangat sederhana, yakni KTP atau bukti identitas lain; dan Kartu Peserta BPJS Ketenagakerjaan," kata Ida dalam siaran persnya, Jumat (18/2/2022).
Ida menegaskan, dana tersebut aman juga karena adanya pengawasan berlapis. Berdasarkan UU BPJS, pengelolaan dana di BPJS Ketenagakerjaan diawasi oleh DJSN, OJK, BPK, dan pengawas internal.
Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan atau BP Jamsostek, Anggoro Eko Cahyono, juga sudah menyatakan bahwa dana JHT aman. "Uang tersebut ada dan cukup untuk membayar klaim peserta," kata Anggoro dalam webinar Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Rabu (16/2/2022).
Anggoro menyebut, pihaknya mengelola dana JHT senilai Rp 372,5 triliun per 2021. Dana JHT tersebut diinvestasikan di sejumlah instrumen dengan risiko terukur. Sebanyak 65 persen dari total dana tersebut ditempatkan pada instrumen investasi obligasi dan surat berharga, yang 92 persen di antaranya ditempatkan di surat utang negara (SUN).
Pro dan kontra terkait JHT mencuat pada 2 Februari 2022 ketika Ida Fauziyah meneken Permenaker 2/2022. Aturan yang mulai berlaku 4 Mei 2022 itu menyatakan bahwa manfaat JHT akan dibayarkan ketika pekerja mencapai usia 56 tahun, termasuk pekerja korban PHK dan mengundurkan diri.
Sementara, dalam aturan lama, Permenaker 19/2015, dinyatakan bahwa dana JHT bisa dicairkan secara tunai setelah pekerja melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan terkait.
Terang saja, pekerja ramai-ramai menolak aturan baru itu. Lantas, muncul spekulasi liar soal keamanan dana pekerja selama puluhan tahun di bawah pengelolaan BPJS Ketenagakerjaan.