Jumat 18 Feb 2022 13:56 WIB

Densus 88 Tambah Personel, BNPT: Pemahaman Masyarakat Soal Radikalisme Pun Harus Diperkuat

"Karena tidak akan ada orang yang tiba-tiba jadi teroris, dia harus radikal dulu."

Rep: Flori Sidebang/ Red: Andri Saubani
Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irfan Idris menilai pemahaman masyarakat soal radikalisme harus diperkuat.
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irfan Idris menilai pemahaman masyarakat soal radikalisme harus diperkuat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Deradikalisasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Prof Irfan Idris menanggapi rencana Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang akan melipatgandakan personel Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Polri. Menurut Irfan, rencana ini kemungkinan berdasarkan kebutuhan Polri dalam menangani potensi terorisme.

Namun, ia mengatakan, dalam penanggulangan terorisme, masyarakat juga harus diperkuat pemahamannya terkait radikalisme. Sehingga warga dapat ikut memahami dan menyadari munculnya radikalisme, bukan hanya pada konteks terorisme.

Baca Juga

"Karena tidak akan ada orang yang tiba-tiba jadi teroris, dia harus ada radikal dulu, pemahaman, kelompok dan lain sebagainya. Itu yang kemudian diantisipasi," kata Irfan dalam sharing session BNPT Bersama Media Massa di Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (18/2/2022).

Irfan menuturkan, penambahan jumlah personel Densus 88 itu pun baru sebatas rencana. Meski demikian, secara kelembagaan BNPT melakukan koordinasi dengan seluruh instansi kementerian, lembaga, LSM, non kementerian dan non pemerintahan. Tujuannya agar bisa mencerahkan dan mencerdaskan masyarakat bahwa saat ini radikal teroris sudah mulai mengubah pola aksi serta pergerakan dengan mengubah nama jaringan, bahkan juga memasuki lembaga-lembaga negara.

"Karena itu. proses yang mereka lakukan menjadi target, menjadi strategi tamkin mereka, bahkan mereka melakukan taqiyah. Taqiyah itu strategi agar mereka melancarakan strategi rencana mereka di dalam menyebarkan dan mempeluas paham mereka dan mendapat simpatisan dari masyarakat yang seolah-olah itu sesuatu yang benar," ungkap dia.

"Kalau kita yang menjadi mayoritas ini terdiam, menjadi silent majority, mereka merupakan small group (grup kecil), tapi big plan (rencana besar)," tambahnya.

Namun begitu, Irfan melanjutkan, hal yang utama bukanlah melihat besar atau kecilnya kelompok radikal tersebut, tapi akibat yang ditimbulkan. Ia menekankan agar jangan sampai paham radikal menyebar dan memasuki kelompok masyarakat yang memiliki banyak orang dan generasi penerus.

"Karena di mana banyak manusia, banyak generasinya, di situ dia (kelompok radikal) datang. Jadi tidak bisa kita katakan, lembaga ini lembaga itu, lembaga pendidikan keagamaan, lembaga pendidikan tinggi, menengah, dasar, tapi mereka menyasar semuanya. Buktinya sudah banyak terjadi, generasi kita banyak terpapar," ungkap dia.

Sebelumnya diberitakan, Polri berencana melipatgandakan jumlah personel Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror. Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, pengembangan jumlah personel antiteror karena kebutuhan pemberantasan terorisme yang semakin meningkat dan kompleks.

Selain itu, kepolisian juga akan mengembangkan divisi-divisi internal di satuan antiteror tersebut. Sigit mengungkapkan, saat ini, jumlah personel aktif Densus 88 sebanyak 3.701 orang.

“Saya berharap ini bisa berkembang, dan bisa dilipatgandakan dua kali lipat. Sehingga rekan-rekan (Densus 88) memiliki kekuatan yang cukup,” ujar Sigit dalam rilis resmi yang diterima wartawan di Jakarta, Rabu (16/2/2022).

Rencana untuk penambahan personil antiteror tersebut, kata Sigit, pun sudah dibicarakan di level anggaran di pemerintahan. Termasuk, kata dia, soal rencana untuk pengembangan divisi-divisi di internal Densus 88.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement