Rabu 16 Feb 2022 14:04 WIB

Kemenhan Gugat Putusan Arbitrase Internasional Soal Proyek Satelit

Kemenhan melayangkan gugatan tersebut terhadap dua vendor satelit.

Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mendaftarkan gugatan putusan arbitrase internasional mengenai pengadaan satelit komunikasi pertahanan orbit bujur timur ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).(Foto: Ilustrasi satelit)
Foto: AP
Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mendaftarkan gugatan putusan arbitrase internasional mengenai pengadaan satelit komunikasi pertahanan orbit bujur timur ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus).(Foto: Ilustrasi satelit)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pertahanan (Kemenhan) mendaftarkan gugatan putusan arbitrase internasional mengenai pengadaan satelit komunikasi pertahanan orbit bujur timur ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus). Gugatan tersebut dilayangkan Kemenhan terhadap dua vendor satelit, yaitu Navayo International AG dan Hungarian Export Credit Insurance PTE Ltd. 

Gugatan ini resmi diajukan Kemenhan pada Senin 31 Januari 2022 dengan nomor 64/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst. Berdasarkan petitum gugatan, Kemenhan meminta majelis hakim mengabulkan dua gugatan pokok.

Baca Juga

Salah satunya, menyatakan penetapan putusan arbitrase internasional, putusan sela final dan putusan final pada 2014 tidak dapat dieksekusi, batal demi hukum. "Menyatakan bahwa Putusan Arbitrase Internasional – International Chambers of Commerce (ICC) tanggal 22 April 2021 Nomor 20472/HTG tidak dapat diakui dan tidak dapat dilaksanakan," tulis petitum nomor 3 yang dikutip Republika dari situs resmi PN Jakpus pada Rabu (16/2/2022). 

Kemenhan optimistis gugatan ini memiliki dasar yang jelas dan dapat diterima secara hukum. Langkah hukum ini diambil diduga menghindari kewajiban membayar denda kepada Navayo International dan Huhungan Export Credit Insurance PTE LTD.

"Menerima Gugatan Perlawanan Pelawan untuk seluruhnya dan menyatakan bahwa Gugatan Perlawanan Pelawan adalah tepat dan beralasan," tulis petitum nomor 1.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengungkapkan bahwa ada dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan proyek Satelit di lingkungan Kementerian Pertahanan (Kemenhan) pada 2015. Mahfud mengatakan, akibatnya negara mengalami kerugian mencapai ratusan miliar rupiah.

Mahfud menjelaskan, hal ini berawal saat Satelit Garuda-1 telah keluar orbit dari Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur pada tanggal 19 Januari 2015. Sehingga terjadi kekosongan pengelolaan oleh Indonesia. Berdasarkan peraturan International Telecommunication Union (ITU), negara yang telah mendapat hak pengelolaan akan diberi waktu tiga tahun untuk mengisi kembali Slot Orbit.

Apabila tidak dipenuhi, hak pengelolaan Slot Orbit akan gugur secara otomatis dan dapat digunakan negara lain. Kemenhan ingin membangun Satelit Komunikasi Pertahanan (Satkomhan) untuk mengisi kekosongan pengelolaan Slot Orbit 123 derajat Bujur Timur.

Kemenhan pun meminta Kementerian Komunikasi dan Informatika agar dapat membangun Satkomhan tersebut. Selanjutnya, Kemenhan membuat kontrak dengan PT Avanti Communication Limited untuk menyewa Satelit Artemis pada 6 Desember 2015.

 

Namun, saat itu Kemenhan ternyata tidak memiliki anggaran untuk memenuhi keperluan tersebut. "Kontrak-kontrak itu dilakukan untuk membuat Satkomhan, Satelit Komunikasi Pertahanan dengan nilai yang sangat besar padahal anggarannya belum ada," kata dalam konferensi pers yang disiarkan melalui kanal Youtube Kemenko Polhukam, Kamis (13/1). Rizky Suryarandika

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement