Ahad 13 Feb 2022 14:18 WIB

Masyarakat Diimbau Jangan Turun ke Kawah Ratu

Aktivitas Gunung Tangkuban Parahu dapat berupa erupsi freatik secara tiba-tiba.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bilal Ramadhan
Aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Perahu
Foto: Republika/Edi Yusuf
Aktivitas vulkanik Gunung Tangkuban Perahu

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Aktivitas Gunungapi Tangkuban parahu meningkat pada Sabtu 12 Februari 2022. Yaitu, berupa peningkatan intensitas berupa hembusan gas dari Kawah Ecoma yang berada di dalam Kawah Ratu.

"Selain itu ada hembusan gas berwarna putih dengan tekanan sedang, tinggi sekitar 100 m dari dasar kawah," ujar Kepala Badan Geologi Eko Budi Lelono, dalam siaran persnya, Ahad (13/2).

Saat ini, kata dia, tingkat aktivitas Gunung Tangkuban Parahu ditetapkan pada Level I (Normal), dengan rekomendasi agar masyarakat tidak turun ke dasar Kawah Ratu dan tidak mendekati/beraktivitas di sekitar kawahkawah aktif lain yang berada di Gunung Tangkuban Parahu.

Tingkat aktivitas ini, kata dia, akan dievaluasi kembali selama dua hingga tiga hari ke depan untuk antisipasi jika terjadi gejala pengingkatan aktivitas vulkanik yang signifikan.

"Masyarakat agar mematuhi rekomendasi yang dikeluarkan oleh Badan Geologi melalui Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, serta tidak terpancing oleh berita-berita yang tidak benar dan tidak bertanggungjawab mengenai aktivitas G Tangkuban Parahu," paparnya.

Eko menjelaskan, hembusan gas yang terjadi diduga akibat adanya air bawah permukaan atau air yang meresap ke bawah permukaan, yang terpanaskan oleh batuan panas di bagian dangkal di bawah permukaan kawah dan membentuk akumulasi uap air (steam) bertekanan tinggi. Sehingga terjadi "over pressure" dan  keluar melalui rekahan sebagai zona lemah, berupa hembusan yang cukup kuat.

"Embusan berwarna putih mengindikasikan di dominasi oleh uap air. Dinamika aktivitas vulkanik di dekat permukaan seperti ini dapat terjadi karena adanya perubahan keseimbangan energi yang berasal faktor internal maupun eksternal," paparnya.

Faktor internal, kata dia, berasal dari tekanan uap magma yang naik dari kedalaman. Faktor eksternal dapat berasal dari curah hujan dan tingkat evaporasi/penguapan.

Kegempaan Gunung Tangkuban Parahu selama 1 Januari-11 Februari 2022 ditandai dengan terekamnya dua kali Gempa Vulkanik Dangkal, satu kali Gempa Frekuensi Rendah, serta 80 kali Gempa Hembusan.

Dominasi Gempa Hembusan selama periode tersebut, kata dia, menunjukkan adanya aktivitas hydrothermal di bawah tubuh gunung api. Energi gempa yang dicerminkan oleh  grafik RSAM (real-time seismic amplitude measurement) berfluktuatif dan tidak menunjukkan adanya pola kenaikan pada akhir periode pengamatan.

Pengamatan deformasi dengan menggunakan EDM (Electronic Distance Measurement) tidak menunjukkan adanya gejala inflasi (penggembungan akibat kenaikan fluida) pada tubuh gunung api.

"Potensi bahaya dari aktivitas Gunung Tangkuban Parahu saat ini dapat berupa erupsi freatik yang bersifat tiba-tiba tanpa didahului oleh gejala peningkatan aktivitas vulkanik yang jelas, menghasilkan material piroklastik serta gas-gas vulkanik konsentrasi tinggi di sekitar kawah," katanya.

Sementara itu, kata dia, hujan abu yang lebih tipis dapat menjangkau area yang lebih luas bergantung pada arah dan kecepatan angin. Namun demikian, mengacu pada data pemantauan visual dan instrumental di atas, maka potensi bahaya Gunungapi Tangkuban Parahu saat ini masih terlokalisir di dalam kawah dan potensi erupsi besar belum teramati.

Eko meminta, masyarakat pun harus mengikuti arahan dari Instansi yang berwenang yakni Badan Geologi yang akan terus melakukan koordinasi dengan BNPB dan K/L, Pemda, dan instansi terkait lainnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement