Jumat 11 Feb 2022 03:03 WIB

Jaksa KPK: BUMD Sarana Jaya Gagal Sukseskan Janji Gubernur Jakarta

Jaksa menuntut eks dirut Saranaja Jaya 6 tahun 8 bulan penjara.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pembangunan Sarana Jaya gagal menyukseskan janji kampanye Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam penyediaan
Foto: ANTARA/Muhammad Adimaja
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pembangunan Sarana Jaya gagal menyukseskan janji kampanye Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam penyediaan "Hunian DP 0 Rupiah". (Foto: Terdakwa kasus dugaan pengadaan tanah di Munjul Yoory Corneles Pinontoan)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pembangunan Sarana Jaya gagal menyukseskan janji kampanye Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dalam penyediaan "Hunian DP 0 Rupiah". Perumda Sarana Jaya yang diharapkan dapat berperan dalam upaya menyukseskan program itu.

“Perumda Sarana Jaya yang diharapkan dapat berperan dalam upaya menyukseskan program 'Hunian DP 0 Rupiah' yang merupakan janji kampanye Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi DKI Jakarta periode 2017-2022 ternyata telah gagal menjaga amanah tersebut," kata JPU KPK Takdir Suhan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (10/2/2022).

Baca Juga

Jaksa menuntut mantan direktur utama Perusahaan Umum Daerah (Perumda) Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles 6 tahun 8 bulan penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah proyek "Hunian DP 0 Rupiah" di Munjul, Jakarta Timur. Korupsi itu diduga merugikan negara Rp 152,565 miliar. 

"Oleh karenanya adanya tindakan koruptif dari pengusaha atau mitra BUMD yang berkolusi dengan oknum pejabat BUMD tersebut bukan saja telah merugikan keuangan negara, namun secara luas berdampak kepada tidak terwujudnya tujuan kesejahteraan masyarakat," kata jaksa.

Alasannya, menurut jaksa KPK, pengadaan tanah yang diharapkan mampu memenuhi kebutuhan akan rumah layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah tidak tercapai. "Padahal, negara atau daerah telah mengeluarkan uang yang cukup besar untuk kegiatan tersebut. Karena itu, sudah menjadi tugas aparat penegak hukum untuk melakukan penindakan secara tegas terhadap perilaku koruptif dengan cara mengadili dan menjatuhkan hukuman yang setimpal kepada para pelaku dalam rangka mempertanggungjawabkan perbuatannya," ujar jaksa Takdir.

Dalam surat tuntutannya, jaksa KPK menyebut perlu diterapkan upaya perampasan terhadap harta kekayaan pelaku sebagai upaya pencegahan dan shock therapy kepada pengusaha atau rekanan dan pejabat daerah agar tidak melakukan perbuatan korupsi dan mematuhi aturan hukum. Namun dalam tuntutannya, jaksa KPK tidak menuntut agar Yoory membayar pidana uang pengganti.

"Selama proses persidangan juga tidak ditemukan adanya bukti, dimana terdakwa Yoory tidak menikmati kerugian negara yang diketemukan. Namun, dengan demikian atas perbuatan terdakwa tersebut telah memperkaya para saksi dan korporasi PT Adonara Propertindo, di mana seluruh adalah Rp 152,5 miliar, dengan demikian bahwa unsur dengan adanya melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, atau orang lain, atau suatu korporasi telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum," kata jaksa.

Perkara ini diawali pada periode 2018-2020, Pemprov DKI Jakarta mencari tanah untuk hunian terjangkau bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) melalui program "Hunian DP 0 Rupiah". Untuk merealisasikan program tersebut, pada 2018 Yoory Corneles selaku direktur utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya (PPSJ) yang merupakan BUMD Pemprov DKI Jakarta mengajukan usulan Penyertaan Modal Daerah (PMD) kepada Gubernur DKI Jakarta untuk APBD TA 2019 sebesar Rp 1,803 triliun.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement