Selasa 08 Feb 2022 19:49 WIB

Din Syamsuddin: Gugatan UU IKN Tunggu Diundangkan

Din Syamsuddin bersama 44 tokoh lain membuat petisi tolak pemindahan IKN.

Rep: Febrianto Adi Saputro/ Red: Indira Rezkisari
Sejumlah warga mengunjungi lokasi yang rencananya akan dibangun Istana Negara di Kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Ahad (6/2/2022). Dalam Pasal 6 UU IKN telah diatur mengenai cakupan wilayah IKN yang meliputi daratan seluas 256.142 hektare serta wilayah perairan laut dengan luas 68.189 hektare dan luas wilayah darat IKN Nusantara dari 56.180 hektare kawasan IKN Nusantara dan 199.962 kawasan pengembangan.
Foto: ANTARA/Bayu Pratama S
Sejumlah warga mengunjungi lokasi yang rencananya akan dibangun Istana Negara di Kawasan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Ahad (6/2/2022). Dalam Pasal 6 UU IKN telah diatur mengenai cakupan wilayah IKN yang meliputi daratan seluas 256.142 hektare serta wilayah perairan laut dengan luas 68.189 hektare dan luas wilayah darat IKN Nusantara dari 56.180 hektare kawasan IKN Nusantara dan 199.962 kawasan pengembangan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Din Syamsuddin, bakal mengajukan gugatan terhadap Undang-Undang Ibu Kota Negara (IKN). Gugatan akan ia ajukan setelah UU IKN resmi ditandatangani presiden.

"Menunggu UU diundangkan (ditandatangani Presiden dan masuk ke Lembaran Negara)," kata Din kepada Republika, Selasa (8/2/2022).

Baca Juga

Sebelumnya dirinya juga ikut mendukung petisi penolakan pemindahan UU IKN bersama 44 tokoh lain. Namun Din enggan menjelaskan saat ditanya harapan dari adanya petisi tersebut. "Nanti pada waktunya (setelah pengajian permohonan JR diajukan ke MK)," ujarnya.

Sebuah petisi berjudul 'Pak Presiden, 2022-2024 Bukan Waktunya Memindahkan Ibu Kota Negara' muncul di laman change.org. Petisi tersebut diinisiasi oleh sebanyak 45 tokoh. Inisiator petisi tersebut antara lain mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Busyro Muqodas, pakar ekonomi Faisal Basri, mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsuddin, hingga Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Azyumardi Azra.

Hingga berita ini ditulis tercatat sudah lebih dari 18 ribu yang menandatangani petisi tersebut. Para inisiator menilai pemindahan ibu kota tersebut tidak tepat di tengah situasi pandemi.

"Apalagi kondisi rakyat dalam keadaan sulit secara ekonomi sehingga tak ada urgensi bagi pemerintah memindahkan ibu kota negara. Terlebih, saat ini pemerintah harus fokus menangani varian baru omicron yang membutuhkan dana besar dari APBN dan PEN," tulis petisi tersebut.

Selain itu inisiator memandang penyusunan naskah akademik tentang pembangunan Ibu Kota Negara Baru juga dinilai tidak disusun secara komprehensif dan partisipatif terutama dampak lingkungan dan daya dukung pembiayaan serta keadaan geologi dan situasi geostrategis di tengah pandemi. Sedangkan lokasi yang dipilih berpotensi menghapus pertanggungjawaban kerusakan yang disebabkan para pengelola tambang batubara.

"Tercatat ada sebanyak 73.584 hektare konsesi tambang batu bara di wilayah IKN yang harus dipertanggungjawabkan. Pertanyaan besar publik adalah benarkah kepentingan pemindahan ibukota baru adalah untuk kepentingan publik," tulis petisi tersebut.

"Kami memandang saat ini bukanlah waktu yang tepat memindahkan Ibu Kota Negara dari Jakarta ke Penajam Pasir Utara Kalimantan Timur. Kami mengajak segenap anak bangsa yang peduli akan masa depan Bangsa dan Kedaulatan Bangsa untuk menandatangani di change.org," bunyi petisi itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement