Jumat 04 Feb 2022 17:44 WIB

Politikus PDIP Arteria Dahlan Lolos dari Jerat Hukum

Hasil gelar perkara menyimpulkan bahwa pernyataan Arteria tidak ada unsur pidana.

Rep: Ali Mansur/ Red: Teguh Firmansyah
Massa yang tergabung dalam Padepokan Rongkad Jagat Galunggung melakukan unjuk rasa menuntut agar anggota Komisi III DPR RI dari PDI Perjuangan Arteria Dahlan mengundurkan diri dari jabatannya, di Kantor DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (24/1/2022). Mereka juga mendesak Polri agar memprosesnya secara hukum karena dinilai telah menyinggung etnis Sunda dalam pernyataannya soal kajati yang menggunakan Bahasa Sunda dalam rapat.
Foto: Antara/Adeng Bustami
Massa yang tergabung dalam Padepokan Rongkad Jagat Galunggung melakukan unjuk rasa menuntut agar anggota Komisi III DPR RI dari PDI Perjuangan Arteria Dahlan mengundurkan diri dari jabatannya, di Kantor DPRD Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, Senin (24/1/2022). Mereka juga mendesak Polri agar memprosesnya secara hukum karena dinilai telah menyinggung etnis Sunda dalam pernyataannya soal kajati yang menggunakan Bahasa Sunda dalam rapat.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --  Politikus PDIP Arteria Dahlan lolos dari jerat hukum.  Polda Metro Jaya menyimpulkan bahwa tidak ada unsur pidana terkait dugaan ujaran kebencian bernada suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) terkait pernyataan Arteria soal tuntutan pencopotan Kajati berbahasa Sunda.

Penyidik Polda Metro Jaya telah berkoordinasi dengan saksi ahli pidana, bahasa dan hukum bidang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE). "Ditreskrimsus Polda Metro Jaya telah melakukan gelar dengan para penyidik dan ahli pidana bahasa dan ahli hukum bidang UU ITE," ujar Kombes Zulpan dalam konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Jumat (4/2).

Baca Juga

Zulpan melanjutkan, hasil dari gelar perkara tersebut menyimpulkan bahwa tidak ada unsur pidana dalam kasus Arteria Dahlan tersebut. Maka dengan demikian, penyidik Polda Metro Jaya tidak akan melanjutkan penyelidikan terhadap kasus bahasa Sunda yang melibatkan politikus PDI Perjuangan itu.

"Berdasarkan pendapat ahli dan pendalaman penyidik, Polda Metro Jaya, maka pendapat saudara Arteria Dahlan dalam persoalan ini tidak memenuhi unsur perbuatan ujaran kebencian dan SARA yang diatur dalam Pasal 28 ayat 2 UU nomer 19 tahun 2016 tentang ITE," papar Zulpan.

Selain itu, kata Zulpan, Arteria memiliki hak imunitas sebagai anggota DPR RI. Hal itu sesuai dengan Undang-Undang MD3  Pasal 224 UU 17 tahun 2014. sehingga tidak dapat dituntut di depan pengadilan.

Kemudian peristiwa yang mendapatkan kecaman dari masyarakat Jawa Barat itu dilakukan di rapat resmi anggota DPR. "Sebagai anggota DPR RI yang bersangkutan juga memiliki hak imunitas sehingga tidak dapat dipidanakan pada saat yang bersangkutan mengungkapkan pendapatnya pada saat atau dalam forum rapat resmi yang dilakukan seperti yang terjadi dalam persoalan ini," terang Zulpan.

Kasus Arteria Dahlan, terkait dengan ucapannya yang dinilai ‘menyasar’ etnis Sunda berawal pada saat rapat kerja (raker) Komisi III dengan Kejaksaan Agung (Kejakgung). Dalam raker tersebut, Arteria Dahlan menyampaikan agar Jaksa Agung melarang Kepala Kejaksaan Tinggi Jawa Barat menggunakan bahasa Sunda dalam setiap rapat.

Kemudian pernyataan Arteria Dahlan tersebut, mendapat kecaman oleh publik, khusus masyarakat Jawa Barat. Akibatnya, Arteria dilaporkan oleh sejumlah organisasi ke Polda Jawa Barat oleh Majelis Adat Sunda pada Kamis (20/1). Lalu kasus ini dilimpahkan ke Polda Metro Jaya hingga diputuskan tidak dilanjutkan.

Berbeda dengan Arteria, Youtuber Edy Mulyadi telah terlebih dulu dinyatakan bersalah terkait pernyataan 'jin buang anak' yang dinilai telah menghina warga Kalimantan.  “Setelah dilakukan gelar perkara, hasil dari penyidikan menetapkan EM sebagai tersangka,” ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Humas Mabes Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (31/1)

Edy dijerat dengan Pasal 45 ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) 11/2008, juncto Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2, juncto Pasal 15 UU 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, juncto Pasal 156 KUH Pidana. “Ancamannya 10 tahun penjara,” kata Ramadhan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement