Jumat 04 Feb 2022 04:28 WIB

Masih Ada Kusta di Antara Kita 

Masih ada enam provinsi dan 101 kabupaten/kota belum bebas dari kusta.

Aksi damai memperingati hari kusta internasional di Jakarta (ilustrasi).
Foto: Antara/Fikri Adin/c
Aksi damai memperingati hari kusta internasional di Jakarta (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febryan A, Antara

Kementerian Kesehatan menyatakan, masih terdapat enam provinsi di Indonesia yang belum bebas dari penyakit kusta. Secara rata-rata, ada satu penderita kusta per 10 ribu penduduk di enam provinsi yang berada di kawasan timur Indonesia. Indonesia pun masih menjadi penyumbang kasus kusta nomor tiga di dunia, setelah India dan Brasil. 

Baca Juga

“Penyakit kusta masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia, kompleks, dan memerlukan perhatian semua pihak. Saat ini, masih ada enam provinsi yang belum mencapai eliminasi kusta,” kata Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono Harbuwono dalam siaran persnya, Kamis (3/2/2022). 

Enam provinsi itu adalah Papua Barat, Papua, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Utara dan Gorontalo. Di tingkat kabupaten/kota, total masih ada 101 kabupaten/kota yang belum eliminasi kusta. 

"Prevalensi kusta di keenam provinsi tersebut masih di atas 1/10.000 penduduk," kata Dante. Alhasil, 

Pada 2021 saja, kata dia, ada 7.201 penderita kusta baru. Adapun, proporsi pasien dengan kecatatan mencapai 84,6 persen. 

 

 

Berdasarkan data Kemenkes, kecacatan tubuh yang dialami pasien kusta menunjukkan adanya keterlambatan dalam penanganan penyakit kusta dengan persentase 15,4 persen. Sementara itu proporsi kasus kusta baru pada anak sebesar 10,9 persen dari target kurang dari 5 persen yang tersebar di 27 provinsi dan proporsi kasus baru cacat 5,15 persen tersebar di 21 provinsi.

Untuk diketahui, kusta merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh kuman kusta (mycobacterium leprae). Gejala yang ditimbulkan berupa bercak putih dan merah, tapi tidak ada rasa gatal dan sakit.

Karenanya, penderita kusta sering kali tidak menyadarinya. Padahal penyakit kusta berpotensi menimbulkan kecacatan apabila tidak segera diobati.

Dante mengatakan, pihaknya menargetkan eliminasi kusta di seluruh provinsi tercapai pada 2024 mendatang. Tapi, pencapaian target itu dihadapkan sejumlah tantangan. Salah satunya adalah stigma dan diskriminasi terhadap penderita kusta dan keluarganya. 

Akibat stigma itu, pasien kusta tidak dapat melanjutkan pendidikan, sulit mendapat pekerjaan, diceraikan oleh pasangan, dikucilkan oleh lingkungan, ditolak di fasilitas umum, bahkan ditolak fasilitas pelayanan kesehatan. Alhasil, penderita semakin sulit dideteksi dan diobati. Padahal, kata Dante, deteksi dini dan pengobatan segera penderita kusta sangatlah penting.

"Kecacatan akan terjadi jika gejala atau manifestasi kusta tidak diobati segera. Akibat lainnya, timbul permasalahan ekonomi dan stigmatisasi pada penderita serta keluarganya,” ujarnya. 

Sementara itu, Sri Linuwih Menaldi dari Persatuan Dokter Kulit dan Kelamin Indonesia menyebut bahwa, stigma dan diskriminasi terhadap pasien kusta masih akan terus terjadi. Untuk itu, Orang Yang Pernah Mengalami Kusta (OYPMK) dan memiliki disabilitas baik itu mata, tangan, kaki perlu diberdayakan agar kualitas hidupnya jadi lebih baik.

“Pasien kusta tidak hanya fisiknya yang sakit, mentalnya juga sakit, jadi mereka perlu diberdayakan untuk mengikis stigmanya, kita pasti bisa,” kata Sri.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement