Kamis 03 Feb 2022 22:49 WIB

KPK Tahan Dua Tersangka Baru Kasus E-KTP

Perbuatan para tersangka telah menyebabkan kerugian keuangan negara sekitar Rp 2,3 T.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Andri Saubani
Tersangka mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia Isnu Edhi Wijaya (kiri) bersama PNS BPPT, Husni Fahmi berjalan untuk dihadirkan dalam konferensi pers penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (2/2/2022). KPK resmi menahan tersangka Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan surat tanda penduduk elektronik (E-KTP) Tahun Anggaran 2011-2013 Pada Kementerian Dalam Negeri dengan kerugian keuangan negara kurang lebih sebesar Rp2,3 Triliun. Republika/Thoudy Badai
Foto: Republika/Thoudy Badai
Tersangka mantan Direktur Utama Perum Percetakan Negara Republik Indonesia Isnu Edhi Wijaya (kiri) bersama PNS BPPT, Husni Fahmi berjalan untuk dihadirkan dalam konferensi pers penahanan tersangka di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (2/2/2022). KPK resmi menahan tersangka Isnu Edhi Wijaya dan Husni Fahmi terkait dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan surat tanda penduduk elektronik (E-KTP) Tahun Anggaran 2011-2013 Pada Kementerian Dalam Negeri dengan kerugian keuangan negara kurang lebih sebesar Rp2,3 Triliun. Republika/Thoudy Badai

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya melakukan penahanan terhadap dua tersangka korupsi proyek Kartu Tanda Penduduk elektronik (E-KTP), Isnu Edhy Wijaya (ISE) dan Husni Fahmi (HSF). Keduanya telah ditetapkan sebagai terduga kasus korupsi E-KTP pada Agustus 2019 lalu.

"Untuk kepentingan penyidikan, tersangka ISE dan HSF dilakukan penahanan untuk 20 hari pertama," kata Wakil Ketua KPK, Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (3/2/2022).

Baca Juga

Dia mengungkapkan, kedua tersangka akan ditahan di Rutan Cabang KPK pada Pomdam Jaya Guntur mulai hari ini sampai dengan tangga 22 Februari 2022. Perbuatan para tersangka telah menyebabkan kerugian keuangan negara kurang lebih Rp 2,3 triliun.

Isnu merupakan tersangka baru dari dugaan kasus e-KTP bersama tiga orang lainnya yakni mantan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tannos; Anggota DPR RI 2014-2019, Miriam S Hariyani dan mantan Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan e-KTP, Husni Fahmi.

Isnu adalah Ketua Konsorsium PNRI yang terdiri dari Perum PNRI, PT Sucofindo, PT LEN, PT Quadra Solution, dan PT Sandipala Arthaputra. Konsorsium PNRI merupakan pemenang lelang sekaligus pelaksana proyek e-KTP.

Isnu diduga melakukan sejumlah pertemuan dengan beberapa pihak terkait megaproyek e-KTP. Dalam pertemuan itu, Isnu diduga menyampaikan bahwa proyek e-KTP pada Kemendagri merupakan ‘milik’ Andi Agustinus alias Andi Narogong yang merupakan seorang pengusaha.

Selanjutnya, PT Quadra Solution bersedia untuk bergabung di Konsorsium PNRI. Terpidana Andi Narogong, tersangka Paulus Thanos dan Isnu menyampaikan apabila ingin bergabung dengan Konsorsium PNRI maka ada fee komitmen untuk pihak lain sebesar 10 persen dengan rincian lima persen untuk DPR RI dan 5 persen untuk pihak Kemendagri.

Isnu juga diduga melakukan pertemuan dengan Andi Narogong, Johannes Marliem dan Paulus Thanos untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee lima persen sekaligus skema pembagian beban fee yang akan diberikan kepada beberapa anggota DPR RI dan pejabat pada Kemendagri.

Tersangka Isnu bersama konsorsium PNRI mengajukan penawaran paket pengerjaan dengan nilai kurang lebih Rp 5,8 triliun. Dalam pelaksanaannya konsorsium PNRI juga tidak dapat memenuhi target minimal pekerjaan sebagaimana yang ditetapkan dalam kontrak.

Sedangkan peran tersangka Husni Fahmi diduga ikut mengubah spesifikasi, Rencana Anggaran Biaya, dan seterusnya dengan tujuan mark up dan melapor kepada Sugiharto. Tersangka Husni diduga tetap meluluskan tiga konsorsium yang dalam proof of concept tidak memenuhi syarat wajib

Tersangka ISE dan HSF tersebut disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Jo Pasal 64 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement