REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly mengatakan, perjanjian terkait ekstradisi antara Indonesia dan Singapura adalah sesuatu yang baik. Pasalnya, para koruptor kini tak bisa lagi kabur ke Singapura, karena adanya kesepakatan ekstradisi tersebut.
"Orang-orang yang akan pergi ke Singapura melarikan diri untuk tujuan tidak bisa atau lari dari tanggung jawab pidananya, tidak dimungkinkan lagi," ujar Yasonna usai rapat kerja dengan Komisi III DPR di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (2/2).
Tak hanya bagi koruptor, ada 31 jenis kejahatan yang tersangkanya dapat diekstradisi dari Singapura ke Indonesia. Bahkan, jumlah tersebut dapat bertambah karena perkembangan kasus dan zaman.
"Nanti dalam perkembangannya kalau ada jenis kejahatan yang lain itu bisa, sesuai dengan dinamika perkembangan zaman itu masih bisa tetap bagian dalam ekstradisi kita," ujar Yasonna.
Pemerintah tinggal menindaklanjuti hasil kesepakatan antara Indonesia dan Singapura. Ditanya apakah pemerintah memiliki ketakutan bahwa DPR tak menyetujuinya, ia menjawab yakin bahwa parlemen akan mengesahkannya.
"Tidak (takut dibatalkan seperti 2007, Red), kalau sekarang sudah cukup baik. Dulu kan dilekatkan DCA, Komisi I dulu ditolak, sekarang sudah ada pengertiaan, perkembangan dunia kan dinamis," ujar Yasonna.
Ia menjelaskan, Presiden Joko Widodo akan segera mengirimkan surat presiden (surpres) untuk pengajuan ratifikasi ke DPR. Nantinya, proses ratifikasi akan berjalan sendiri-sendiri sesuai bidang dan mitra komisi dengan hasil kesepakatannya.
"Kita akan kerjakan terus dan itu masing-masing, berdiri sendiri. Jadi nanti Kemhan akan mengajukan DCA, perhubungan akan mengajukan FIR, kami akan mengajukan ekstradisi. Jadi itu berbeda, masing-masing track berbeda," ujar Yasonna.