Selasa 01 Feb 2022 18:20 WIB

PDIP tak Lihat Etnis Ketika Usung Ahok Jadi Cagub

PDIP mengusung calon dengan memperhatikan kualifikasi kepemimpinan.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Indira Rezkisari
Sekjen Hasto Kristiyanto mengatakan, PDIP mencalonkan pemimpin dengan melihat faktor kepemimpinan bukan berdasar etnis.
Foto: istimewa
Sekjen Hasto Kristiyanto mengatakan, PDIP mencalonkan pemimpin dengan melihat faktor kepemimpinan bukan berdasar etnis.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia (PDIP), Hasto Kristiyanto, mengatakan bahwa perayaan Imlek menjadi penting demi memperkuat pemahaman seluruh warga negara Indonesia. Bahwa khazanah kebudayaan Indonesia bukan tunggal tetapi sangat heterogen.

Hal tersebut juga menjadi prinsip partai berlambang kepala banteng itu dalam memilih calon pemimpin. Salah satunya adalah Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang pernah mereka usung dalam pemilihan gubernur (Pilgub) DKI Jakarta.

Baca Juga

"Kita tak melihat etnisnya, Pak Ahok ketika dicalonkan menjadi calon gubernur DKI, bukan karena dilihat etnisnya, tetapi kualifikasi kepemimpinannya. Itulah yang menjadi karakter Pancasila dibumikan dalam seluruh kehidupan berbangsa dan bernegara," ujar Hasto dalam perayaan Imlek yang digelar PDIP, Selasa (1/2).

Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengarahkan agar partainya menjadi Rumah Kebangsaan bagi Indonesia. Maka sebagai satu-satunya partai nasionalis Soekarnois, maka PDIP merayakan hari besar nasional, yang salah satunya adalah Imlek.

"Bukan hanya Imlek yang kita rayakan, tetapi kita rayakan juga hari lahir NU, hari lahir Muhammadiyah kita rayakan, hari lahir PDI Perjuangan tentunya, Natal, Nyepi. Dan di bulan puasa, di rumah budaya ini, juga kita angkat nilai Islam sebagai rahmatan lilalamain selama sebulan penuh," ujar Hasto.

Adapun perayaan Imlek tahun ini sekaligus mendoakan Indonesia yang harmoni dan menyuarakan semangat warga Indonesia etnis Tionghoa ikut membangun bangsa. Ia pun menceritakan momen ketika Megawati menetapkan Hari Raya Imlek sebagai hari libur nasional.

Ia menjelaskan, keputusan Megawati itu bermakna sangat luas. Di satu sisi, hal tersebut merupakan pengakuan atas kepeloporan tokoh Indonesia beretnis Tionghoa dalam perjuangan pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Sekaligus sebagai sebuah perwujudan pemahaman kultural atas hubungan Indonesia yang berabad lamanya dengan Tionghoa. "Intinya adalah bahwa semua manusia Indonesia adalah setara. Persatuan Indonesia itu tidak pernah membeda-bedakan orang berdasarkan suku, agama, jenis kelamin. Karena konstitusi sudah mengatur dengan hebatnya," ujar Hasto.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement