REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Salah satu komponen dalam lingkungan belajar dan akademis adalah literasi digital. Hal tersebut diperlukan dalam penggunaan teknologi.
Sejalan dengan itu, Universitas BSI (Bina Sarana Informatika) bersama Dinas Pendidikan Jakarta Pusat wilayah 2, mengadakan webinar dengan tajuk ‘Kepala Sekolah Masa Kini, Semakin Cakap dan Cerdas Digital’.
Bertindak sebagai narasumber, Dr Ir Mochamad Wahyudi selaku Rektor Universitas BSI dalam materinya menyampaikan bahwa, tidak banyak berbeda antara sekolah dan perguruan tinggi dalam pemanfaatan literasi digital. Akan tetapi bisa dilihat dari usia konsumennya. “Ketika membicarakan tentang literasi digital dalam dunia pendidikan, apa yang seharusnya dimaknai tentang literasi digital itu sendiri,” tutur Wahyudi, dalam keterangan tertulisnya Selasa (1/2).
Lanjutnya, literasi digital merupakan kemampuan untuk memahami dan menggunakan informasi dari berbagai bentuk, serta sumber yang sangat luas dan diakses melalui perangkat komputer. “Dasar dari literasi komputer sekitar tahun 1980-an, saat komputer mikro semakin luas dipergunakan tidak saja di lingkungan bisnis, namun juga di masyarakat,” katanya.
Sedangkan, literasi informasi baru hadir sekitar 1990-an, ketika informasi semakin mudah disusun, diakses, disebarluaskan melalui jaringan teknologi informasi.
“Dapat disimpulkan bahwa literasi digital merupakan pengetahuan dan kecakapan untuk menggunakan media digital, alat komunikasi, atau jaringan dalam menemukan, mengevaluasi, menggunakan, membuat informasi dan memanfaatkannya secara sehat, bijak, cerdas, cermat, tepat dan patuh hukum,” jelasnya.
Ia menjelaskan, ada beberapa kemampuan literasi digital yang perlu diajarkan di sekolah antara lain information literacy, ethical use of digital resources, understanding digital footprins, protecting yourself online, handling digital communication dan cyberbullying.
“Siswa saat ini mengandalkan internet sebagai sumber informasi utama untuk penggunaan pribadi dan sekolah. Itulah, mengapa penting bagi kita untuk mengajari siswa cara mengevaluasi informasi tersebut untuk memastikan keakuratannya. Hal ini masuk dalam information literacy,” paparnya.
Siswa pun perlu menguasai ethical use of digital resources. Jadi, meskipun siswa mungkin tahu bahwa mereka perlu mengutip informasi dari buku, mereka mungkin lupa bahwa mereka juga perlu mengutip informasi secara daring.
“Understanding digital footprints sebagai kemampuan yang perlu diketahui siswa untuk paham dengan jejak digital. Jejak digital sendiri adalah semua informasi yang ditinggalkan seseorang secara pasif dan dibagikan secara aktif tentang diri mereka sendiri secara daring, terutama di laman media sosial,” katanya.
Selanjutnya, protecting yourself online. Dengan begitu banyak informasi yang tersedia secara daring, siswa perlu memahami dasar-dasar keamanan internet.“Membuat password yang kuat, menggunakan pengaturan privasi, dan mengetahui apa yang tidak boleh dibagikan di media sosial,” katanya.
Untuk handling digital communication, kini sebagian besar siswa menggunakan teknologi untuk berkomunikasi satu atau lain. Itulah mengapa sangat penting untuk berbicara dengan mereka tentang bagaimana berkomunikasi dengan aman dan tepat.
“Kemampuan terakhir yang perlu dikuasai dan dipahami yaitu cyberbullying. Penggunaan teknologi sebagai sarana untuk melecehkan orang lain telah menjadi kejadian sehari-hari di seluruh Amerika Serikat,” imbuhnya.
Ia mengatakan, literasi digital di sekolah mampu membuat siswa, guru, tenaga kependidikan dan kepala sekolah, memiliki kemampuan untuk mengakses, memahami, serta menggunakan media digital, alat komunikasi dan jaringannya.“Dengan kemampuan tersebut, mereka dapat membuat informasi baru dan menyebarkannya secara bijak,” katanya.