REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menyatakan, para penghuni kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin, dilarang melaksanakan ibadah sholat Jumat. Hal ini diketahui usai tim LPSK mewawancarai tiga korban beserta keluarganya.
"Penghuni sel ilegal tidak diizinkan beribadah di luar sel. Bagi yang muslim tidak boleh melaksanakan sholat Jumat, bagi yang beragama Kristen tidak boleh beribadah ke gereja pada hari Minggu," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo dalam keterangan tertulisnya, Ahad (30/1/2022).
Selain itu, kata Hasto, tim juga menemukan dugaan adanya penghuni yang meninggal karena dianiaya di sel tersebut. "Pada tubuh korban ditemukan bekas luka penganiayaan," ujarnya. Peristiwa ini terjadi pada 2019 silam.
Hasto menambahkan, tim LPSK juga mendapatkan kesaksian bahwa para tahanan di sana diharuskan membuat surat pernyataan sebelum dipenjarakan. "Dalam surat pernyataan tersebut tertulis klausul bahwa keluarga tidak akan menggugat jika terjadi sesuatu terhadap korban di dalam sel tersebut, misalnya sakit atau meninggal dunia," ujar Hasto.
Adapun dua sel ilegal di kediaman Terbit itu, kata Hasto, tak memenuhi standar sebagai tempat rehabilitasi pengguna narkoba. Selain itu, sel tersebut tak hanya diisi pecandu narkoba, tapi juga remaja yang suka berjudi dan 'main perempuan'.
Selama di kediaman Terbit, para korban diperkerjakan untuk mengolah sawit. "Para penghuni itu diperkerjakan tanpa dibayar di pabrik milik bupati nonaktif," ujarnya.
Hasto menyebut, tim LPSK telah memberikan informasi terkait temuan-temuan tersebut kepada Kapolda Sumatera Utara. Tim yang dipimpin Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu menemui langsung Kapolda Sumut di Medan pada Jumat (28/1/2022).
Tim LPSK diketahui bertolak dari Jakarta ke kediaman Terbit Rencana di Desa Raja Tengah, Kecamatan Kuala, Kabupaten Langkat pada Kamis (27/1/2022). Di sana, tim mengunjungi dua sel ilegal di kediaman Terbit, mewawancarai tiga orang korban serta keluarganya, dan mengunjungi pabrik pengolahan sawit tempat para korban diperkerjakan.
Jauh sebelum kasus dugaan perbudakan ini terungkap, Terbit Rencana sempat memberikan penjelasan bahwa sel di rumahnya digunakan untuk menampung pengguna narkoba. Hal ini disampaikan Terbit dalam sebuah video di akun YouTube istrinya, Tiorita Rencana, pada 27 Maret 2021.
"Jadi ini bukan tempat rehabilitasi, ini adalah tempat pembinaan yang selama ini saya buat untuk membina masyarakat yang menyalahgunakan narkoba," ujar Terbit.
Terbit mengatakan, 'pembinaan' pecandu narkoba di sel tersebut sudah dilakukan selama 10 tahun terakhir. Dia bilang, sudah ada 2 ribu - 3 ribu orang yang pernah 'dibina' di sana.