REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mengatakan, tidak ada kontak senjata dalam insiden yang menyebabkan satu prajurit TNI AD meninggal di Maybrat, Papua Barat, Kamis (20/1). Ia menyebut, peristiwa itu murni serangan sepihak yang dilakukan terhadap prajurit TNI.
Seperti diketahui, satu anggota TNI meninggal dan empat prajurit lainnya terluka akibat penyerangan yang dilakukan oleh Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB). "Jadi yang insiden kemarin itu bukan kontak tembak. Itu murni tindakan kekerasan sepihak yang dilakukan terhadap prajurit kami," kata Andika di Jakarta, Jumat (21/1).
Andika mengungkapkan, penyerangan tersebut terjadi saat kelima prajurit itu sedang memperbaiki dua jembatan. Perbaikan ini, jelas dia, dilakukan atas permintaan Bupati Maybrat kepada TNI.
Sebab, keberadaan dua jembatan itu cukup penting untuk menghubungkan Distrik Kisor dengan beberapa wilayah, seperti Aifat Selatan, Aifat Timur, dan seterusnya. "Permintaan dari Bupati Maybrat secara official itu tanggal 10 Januari kemarin, tapi secara tidak resmi itu sudah disampaikan sejak bulan Desember lah. Karena memang jembatan ini sangat vital," ujarnya.
Andika menuturkan, jembatan tersebut sebelumnya dirusak oleh KKB saat melakukan serangan terhadap prajurit TNI pada 2 September 2021 lalu. Dalam insiden itu, empat anggota TNI diserang dan dianiaya hingga meninggal.
Kemudian, ia mengatakan, pada 3 September 2021, KKB memotong dan merusak jembatan tersebut. Andika menyebut, personel TNI pun telah memperbaiki jembatan yang dirusak itu.
"Setelah diperbaiki, dipotong lagi, sehingga permintaan bupati terakhir ini kita buat jembatan itu permanen, tidak lagi menggunakan kayu saja, tetapi semen, batu sehingga permanen," ungkap dia.
"Nah, ini kita sudah bekerja sekitar 10 harian, tapi tiba-tiba ada tindakan kekerasan yang sangat melanggar hak asasi manusia. Ini tidak boleh terjadi," imbuhnya.
Andika menyampaikan, ada sekitar 30 orang yang bekerja memperbaiki jembatan tersebut. Ia memastikan bahwa lima anggota TNI yang menjadi korban penyerangan tersebut tidak dalam tugas patroli, tetapi mengawal kondisi keamanan di sekitar area perbaikan.
"Iya, karena memang pekerja ini sejumlah 30-an orang, ini kan ada yang mengamankan. Tetapi sama sekali tidak dalam konteks kita patroli, sama sekali tidak. Mereka benar-benar sudah 10-an hari lah untuk bekerja memperbaiki. Nah, itu yang memang saya sesalkan," tutur dia.
Ia menambahkan, pihaknya akan mengusut insiden ini sesuai dengan mekanisme peraturan perundangan yang berlaku. "Intinya, kami tetap memegang peraturan perundangan dalam hal mengusut tuntas tindak kekerasan yang menewaskan satu prajurit kami. Hingga kini pun kita tidak boleh lepas kontrol, jadi cara menangani ini pun kita menggunakan mekanisme yang ada," jelas Andika.
Sebelumnya diberitakan, Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) pun mengklaim bertanggungjawab atas penyerangan yang menewaskan satu prajurit TNI tersebut. "TPNPB-OPM Kodap IV Sorong Raya dibawah komando Panglima Denny Mos Dan Komandan Operasi Major Arnoldus Kocu bertanggungjawab atas tembak mati satu anggota TNI," kata Juru Bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom dalam keterangan tertulis resminya yang diterima di Jakarta, Kamis.
Sebby mengungkapkan, peristiwa itu terjadi tepatnya di perbatasan Kampung Kamat dan Kampung Faan Kahrio, Distrik Aifat Timur Tengah sekitar pukul 07.00 WIT. Dia menyebut, pihaknya menyerang sejumlah prajurit TNI yang sedang memperbaiki jembatan Kali Aifuf di wilayah tersebut.
"Mereka (TPNPB-OPM Kodap IV Sorong Raya) telah serang pasukan teroris, yaitu TNI-Polri di jembatan saat perbaiki jembatan dan berhasil tembak mati seorang anggota TNI," ungkap dia.
Kepala Penerangan Kodam (Kapendam) XVIII/Kasuari, Kolonel Arm Hendra Pesireron membenarkan peristiwa tersebut. Hendra mengatakan, identitas prajurit TNI yang meninggal dalam kontak senjata itu, yakni Sersan Dua Miskel Rumbiak.