REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Memanggil 57 Institute (IM57+ Institute) menganggap wajar vonis nihil terhadap terdakwa kasus korupsi PT ASABRI Heru Hidayat. Pasalnya, tuntutan hukuman mati yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU) tak terbukti memenuhi unsur.
Ketua IM57+ Institute Mochamad Praswad Nugraha menyampaikan sejak awal sudah mempertanyakan apakah korupsi PT ASABRI memenuhi unsur dilakukan pada situasi bencana sesuai dengan ketentuan pasal 2 ayat 2 UU Tipikor. Ancaman hukuman mati tercantum dalam Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor. "Ancaman hukuman mati hanya dapat diterapkan terhadap koruptor yang dijerat dengan Pasal 2 UU Tipikor dengan syarat," kata Praswad kepada Republika, Rabu(19/1/2022).
Diketahui, syarat agar ancaman mati dapat diterapkan kepada koruptor adalah tindak pidana tersebut dilakukan terhadap dana-dana yang diperuntukkan bagi penanggulangan keadaan bahaya, bencana alam nasional, penanggulangan akibat kerusuhan sosial yang meluas, penanggulangan krisis ekonomi dan moneter, dan pengulangan tindak pidana korupsi. Oleh karena itu, Praswad menyampaikan tuntutan hukuman mati terhadap Heru memang sulit terealisasi karena JPU tak bisa membuktikan pemenuhan unsur-unsur di atas. Atas dasar itulah, menurutnya wajar bila majelis hakim tak mengabulkan tuntutan JPU.
Apalagi tuntutan JPU ialah Pasal 2 ayat (1) UU 31/1999 yang ancamannya pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. "Jika memang korupsi ASABRI tidak memenuhi unsur Pasal 2 ayat 2, mengapa JPU mengajukan tuntutan hukuman mati?" ujar Praswad.
Di sisi lain, IM57+ Institute belum memberi tanggapan terkait Majelis hakim yang memerintahkan JPU mengembalikan sejumlah aset kepada Heru. Hakim memutuskan ada sebagian harta Heru yang tak terkait tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kasus PT ASABRI.
"Kami belum bisa berkomentar karena belum membaca putusan dan jenis aset serta keterkaitan aset dengan tindak pidana saudara Heru Hidayat," ucap Praswad.
Sebelumnya, majelis hakim memaparkan empat alasan Heru tak diganjar hukuman mati. Alasan pertama, menurut hakim, adalah JPU telah melanggar azas penuntutan karena menuntut di luar pasal yang didakwakan. Kedua, penuntut umum tidak membuktikan kondisi-kondisi tertentu penggunaan dana yang dilakukan terdakwa saat melakukan tindak pidana korupsi.
Alasan ketiga, berdasarkan fakta, Heru Hidayat dinilai melakukan tindak pidana korupsi saat situasi negara aman. Keempat, terdakwa tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara pengulangan. Jampidsus berencana akan melakukan banding melawan putusan PN Tipikor tersebut, ke Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta demi keadilan.