Rabu 19 Jan 2022 00:45 WIB

Ini Alasan PKS Menolak RUU TPKS/PKS

PKS melihat perlunya pengaturan komprehensif tindak pidana kesusilaan

Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini mengatakan RUU TPKS/PKS tidak mengakomodir usulan pengaturan yang komprehensif tindak pidana kesusilaan.
Foto: Istimewa
Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini mengatakan RUU TPKS/PKS tidak mengakomodir usulan pengaturan yang komprehensif tindak pidana kesusilaan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Fraksi PKS DPR RI Jazuli Juwaini menegaskan sikap Fraksi PKS yang  menolak segala bentuk kejahatan seksual. Untuk itu perlu diberikan pemberatan hukuman.

Kejahatan seksual itu meliputi kekerasan seksual, seks bebas, dan seks menyimpang, menurutnya,  bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945, norma agama, dan adat ketimuran. "Ketiganya merusak tatanan keluarga bahkan peradaban bangsa. Untuk itu, ketiganya harus diatur secara bersamaan dalam sebuah UU yang komprehensif tentang tindak pidana kesusilaan/tindak pidana kejahatan seksual,” kata Jazuli dalam siaran persnya, Selasa (18/1/2022). 

Anggota Komisi I DPR ini mengatakan pentingnya pengaturan komprehensif tindak pidana kesusilaan untuk melindungi, bukan hanya korban kekerasan seksual, tapi juga korban-korban kejahatan seksual lainnya akibat seks bebas dan seks menyimpang.

Fraksi PKS ingin agar ketiganya diatur dalam UU khusus sebagai satu kesatuan yang saling terkait dan saling menguatkan. Tanpa pengaturan komprehensif dimaksud perlindungan terhadap korban menjadi tidak kuat, tidak utuh, atau parsial.

Baca juga : Ketua DPR Minta Presiden Segera Kirim Surpres RUU TPKS

Faktanya, lanjut Anggota DPR RI Dapil Banten ini, baik kekerasan seksual, seks bebas, dan seks menyimpang, semuanya menghasilkan korban dan korbannya adalah anak-anak, remaja, perempuan, orang tua dan keluarga Indonesia.

Menurut Jazuli, dalam banyak kasus, mereka yang terlibat seks bebas dan seks menyimpang kerap mengalami kekerasan seksual berupa pelecehan seksual, eksploitasi seksual, hingga pemaksaan aborsi akibat hubungan di luar nikah, dll sebagaimana data-data pengaduan kekerasan seksual di luar perkawinan (pacaran) yang diterima dan dipaparkan Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak, Komnas Perempuan, Pusat Advokasi PKS, dan lembaga-lembaga advokasi kekerasan seksual lainnya.

"Yang sangat menyedihkan kasus-kasus seks bebas dan seks menyimpang serta kekerasan seksual akibat perilaku tersebut semakin marak dan meningkat grafiknya dari tahun ke tahun,” ungkapnya.

Untuk itu, kata Jazuli, Fraksi PKS berpendapat jangan pisahkan tindak pidana kekerasan seksual seolah-olah berdiri sendiri. Ia harus diatur komprehensif dengan tindak pidana kesusilaan lainnya (seks bebas dan seks menyimpang) agar pencegahan dan perlindungan terhadap korban bisa berlaku efektif dan maksimal.

Baca juga : 4 Alasan Heru Hidayat ASABRI tak Divonis Mati dan Respons Kejakgung

"Sayangnya, RUU TPKS/PKS tidak mengakomodir usulan pengaturan yang komprehensif tersebut sehingga bukannya memperkuat upaya  penghapusan kekerasan seksual dan perlindungan korban tetapi justru menimbulkan bias tafsir karena seks bebas dan menyimpang tidak dikenai sanksi pidana. Akibatnya upaya penghapusan terhadap segala bentuk kejahatan seksual dipastikan tidak akan efektif," jelasnya.

Menurut Jaziuli ini yang menjadi keprihatinan dan kekhawatiran, sehingga dengan berat hati Fraksi PKS menolak RUU TPKS/PKS. Harapannya agar  RUU ini dikonstruksikan kembali untuk menghapuskan segela bentuk kejahatan seksual yang merusak dan menghancurkan sendi-sendi kehidupan bangsa

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement