REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan POM telah meresmikan enam jenis booster homolog/heterolog pada vaksin Covid-19. Yaitu Vaksin Sinovac dosis penuh sebagai booster homolog, Vaksin Pfizer dosis penuh sebagai booster homolog, Vaksin AstraZeneca dosis penuh sebagai booster homolog, Vaksin Moderna sebagai booster homolog dosis setengah, Vaksin Moderna heterolog sebagai booster heterolog dosis setengah untuk vaksin AstraZeneca, Pfizer, atau Janssen serta Vaksin Zifivax dosis penuh sebagai booster heterolog untuk vaksin primer Sinovac dan Sinopharm.
Secara bertahap, Badan POM melakukan proses evaluasi penggunaan booster vaksin sesuai dengan pengajuan dan ketersediaan data uji klinik yang mendukung pengajuan booster tersebut.
“Badan POM kembali mengeluarkan persetujuan penggunaan untuk dua regimen booster heterolog pada vaksin Covid-19 yaitu vaksin Pfizer dosis setengah untuk vaksin primer Sinovac atau AstraZeneca serta vaksin AstraZeneca dosis setengah untuk vaksin primer Sinovac atau dosis penuh untuk vaksin primer Pfizer (full booster dose).” kata Kepala Badan POM, Penny K. Lukito dalam keterangan dikutip Selasa (18/1/2022).
Vaksin Pfizer sebagai booster heterolog dosis setengah untuk vaksin primer Sinovac atau AstraZeneca menunjukkan hasil imunogenisitas berupa peningkatan antibodi yang tinggi pada enam-sembilan bulan (31-38 kali) setelah pemberian dosis primer lengkap. Di sisi lain, peningkatan antibodi setelah enam bulan vaksinasi primer lengkap vaksin Sinovac menghasilkan peningkatan antibodi IgG terhadap S-RBD yang tinggi (105,7 kali) dibandingkan sebelum diberikan dosis booster.
“Secara umum pemberian dosis booster vaksin Pfizer dengan vaksin primer Sinovac dapat ditoleransi baik reaksi lokal maupun sistemik,” terangnya.
Untuk vaksin Pfizer sebagai booster dengan vaksin primer AstraZeneca, hasil imunogenisitas menunjukkan pada pemberian booster vaksin Pfizer dosis setengah/half dose setelah enam bulan vaksinasi primer lengkap dengan vaksin Astra Zeneca menghasilkan peningkatan antibodi IgG terhadap S-RBD yang tinggi (21,8 kali) dibandingkan sebelum diberikan dosis booster.
Terakhir, vaksin AstraZeneca sebagai booster heterolog dosis setengah/half dose dengan vaksin primer Sinovac menunjukkan hasil imunogenisitas berupa peningkatan antibodi IgG terhadap S-RBD yang tinggi (35–38 kali), baik pada interval booster 3-6 bulan (34-35 kali) maupun 6-9 bulan (35–41 kali). Kenaikan IgG pada dosis setengah/half dose tidak berbeda jauh dengan full dose. Untuk booster dengan Vaksin Primer Pfizer (dosis penuh/full dose), hasil imunogenisitas menunjukkan peningkatan antibodi IgG yang baik (dari 3350 menjadi 13.242).
Pada kesempatan yang sama, Badan POM juga memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai vaksin yang digunakan oleh Kementerian Kesehatan untuk program vaksinasi booster. “Penetapan vaksin yang digunakan program tersebut telah merujuk vaksin Covid-19 yang telah disetujui oleh Badan POM untuk penggunaan booster. Penggunaan jenis vaksin di lapangan, dapat menyesuaikan berdasarkan pertimbangan ketersediaan, sepanjang masuk dalam persetujuan penggunaan yang telah diterbitkan oleh Badan POM,” ujar Penny.
Persetujuan Badan POM untuk penambahan posologi dosis booster dilakukan sesuai hasil uji klinis yang dapat diterima. Hal ini juga didukung oleh para tim ahli Komite Nasional Penilai Vaksin Covid-19 dan ITAGI serta asosiasi klinisi terkait. “Badan POM mengapresiasi Tim Ahli Komite Nasional Penilai Vaksin Covid-19 yang di dalamnya banyak ahli di bidang farmakologi, metodologi penelitian dan statistik, epidemiologi, kebijakan publik, imunologi, kemudian ITAGI serta asosiasi klinisi atas kontribusi dan dukungannya untuk bersama menyukseskan vaksinasi sehingga kita bisa segera keluar dari pandemi,” tambahnya.
Badan POM mengimbau masyarakat untuk selalu menerapkan protokol kesehatan dan menyukseskan vaksinasi sebagai upaya kunci dalam memutus rantai penyebaran Covid-19. Selain itu, masyarakat juga diminta untuk bijak dan berhati-hati dalam mengonsumsi obat-obatan yang digunakan dalam penanganan Covid-19, serta tidak mudah terpengaruh dengan promosi produk obat, obat tradisional maupun suplemen kesehatan dengan klaim dapat mencegah atau mengobati Covid-19.
Baca juga : Eks Kepala Lembaga Eijkman: Vaksin Merah Putih Alami Keterlambatan