Ahad 09 Jan 2022 19:52 WIB

Suka Tidak Suka, Peleburan BRIN Sudah Diamanatkan Perpres

BRIN perlu didorong agar bisa bekerja efektif dan bermanfaat bagi bangsa.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Indira Rezkisari
Kendaraan melintas di depan Kantor Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman di Jakarta, Rabu (5/1). LBM Eijkman dinyatakan resmi melebur bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Kini, Nama LBM Eijkman telah berubah menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman. Terintegrasinya LBM Eijkman ke dalam BRIN diharapkan akan memperkuat kompetensi periset biologi molekuler di Indonesia. Prayogi/Republika.
Foto: Prayogi/Republika.
Kendaraan melintas di depan Kantor Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman di Jakarta, Rabu (5/1). LBM Eijkman dinyatakan resmi melebur bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Kini, Nama LBM Eijkman telah berubah menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman. Terintegrasinya LBM Eijkman ke dalam BRIN diharapkan akan memperkuat kompetensi periset biologi molekuler di Indonesia. Prayogi/Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti politik Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro, mengatakan, suka atau tidak suka peleburan lembaga penelitian nonkementerian (LPNK) ke BRIN sudah diamanatkan oleh Peraturan Pesiden (Perpres) Nomor 33 Tahun 2021 tentang BRIN. Dia menilai, saat ini yang perlu dilakukan adalah mendorong BRIN agar menjaga lingkungan riset dengan memberikan hak kepada para periset secara memadai.

"Lepas dari suka dan tak suka, Perpres BRIN mengamanatkan peleburan itu. Hal ini yang dilakukan pimpinan BRIN. Perpres itu dibuat Presiden, dan pimpinan BRIN wajib menindaklanjuti atau mengeksekusi Perpres tersebut," ujar Siti, Ahad (9/1/2022).

Baca Juga

Dia menyebutkan, yang kini harus dipikirkan adalah mendorong agar BRIN bisa bekerja efektif dan bermanfaat bagi bangsa di tengah pembangunan nomenklatur baru. Siti mengatakan, pimpinan BRIN harus bisa menjamin para perisetnya tetap semangat dan bergairah dalam melakukan tugas-tugas riset sehingga mampu menghadirkan inovasi yang progresif dan bermanfaat.

"Environment riset harus bisa dijaga tetap kondusif dengan memberikan hak kepada para periset secara memadai sehingga mereka mampu berkreasi dan beraktivitas dengan merdeka sebagai intelektual," kata Siti.

Sejauh ini, sebanyak 33 lembaga riset dari kementerian/lembaga telah terintegrasi dengan BRIN dan masih ada enam lagi yang akan menyusul. Integrasi itu meliputi seluruh sumber daya riset, yakni sumber daya manusia (SDM), infrastruktur, serta penganggaran. Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, meluruskan sejumlah informasi terkait proses integrasi.

Dia menyinggung soal proses integrasi Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman. Menurut dia, pengintegrasian salah satu unit proyek di Kementerian Riset dan Teknologi itu bukan sebuah upaya menghilangkan lembaga penelitian tersebut. Dia menilai, langkah itu justru akan semakin memperkuat kelembagaan LBM Eijkman.

"Proses integrasi ini saya jadikan momentum untuk melembagakan LBM Eijkman, yang tadinya hanya sebuah unit ad hoc di Kemenristek, sekarang resmi menjadi Pusat Riset Biologi Molekuler (PRBM) Eijkman," kata Handoko.

Melalui integrasi itu pula, kata dia, tidak dapat diangkatnya pegawai negeri sipil (PNS) di LBM Eijkman sebagai peneliti, kini dapat dilantik sebagai peneliti. Dia mengungkapkan, terhadap pegawai non-PNS di LBM Eijkman, pihaknya sudah menawarkan sejumlah skema.

Kemudian, dia juga menjelaskan terkait isu pemecatan sejumlah tenaga honorer. Menurut Handoko, selama ini mereka direkrut oleh LPNK yang sekarang terintegrasi dengan BRIN. Handoko menyatakan, tidak ada pemecatan terhadap sejumlah tenaga honorer. "Isu tersebut tidak benar. Kondisi sebenarnya adalah, kontrak mereka telah berakhir di bulan Desember 2021," kata dia.

Handoko menerangkan, sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 11 Tahun 2017 dan PP Nomor 49 Tahun 2018 sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014, lembaga pemerintah sudah tidak diperbolehkan merekrut personel sebagai individu selain dengan skema PNS dan PPPK dengan batas hingga 2023. Di sisi lain, sesuai regulasi, tenaga honorer hanya bisa dikontrak selama satu tahun anggaran.

"Sehingga setiap akhir tahun pasti harus diberhentikan. Meskipun kebiasaan selama ini di awal tahun kembali dikontrak," jelas Handoko.

Maka dari itu, menurut dia, tidak benar informasi yang menyebut tenaga honorer diberhentikan karena adanya integrasi. Dia menegaskan, itu terjadi berdasarkan kontrak mereka yang hanya berlaku satu tahun dan itu pun sudah sesuai regulasi, yakni sudah tidak bisa lagi merekrut honorer.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement