Jumat 07 Jan 2022 19:23 WIB

Gelombang Gugatan Presidential Threshold dan Potensi Kerugian Istana-PDIP

Jika presidential threshold 20 persen dihapus MK, Istana tak bisa menjadi king maker.

Ketua Majelis Hakim Konstitusi (MK) Anwar Usman (tengah) memimpin sidang pengujian materiil Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilhan Umum di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (6/1/2022). Sidang tersebut digelar atas permohonan dari politikus Partai Gerindra Ferry Yuliantono yang meminta ‘presidential threshold’ diturunkan dari 20 persen jadi 0 persen karena menilai aturan itu dinilai menguntungkan dan menyuburkan oligarki.
Foto:

Direktur Voxpol Center Research and Consulting Pangi Syarwi Chaniago menyebut ada dua pihak yang dirugikan jika PT) diberlakukan 0 persen. Pihak pertama yang dirugikan jika PT 0 persen adalah Istana.

"Ketika ini dinolpersenkan ada yang terganggu pertama adalah Istana," kata Pangi dalam diskusi daring, Kamis (6/1).

Pangi menilai adanya ketentuan ambang batas pencalonan presiden 20 persen menjadikan Istana sebagai 'king maker'. Jika ketentuan tersebut dihapus, Istana dipastikan tidak bisa menjadi 'king maker'.

"(Istana) tidak bisa mengatur permainan, ini akan lapangan datar tidak ada pengaruh," ujarnya.

Selain Istana, pihak lain yang juga dirugikan adalah PDIP. Sebab saat ini hanya PDIP yang bisa mencalonkan  calon presiden dan calon wakil presiden tanpa harus berkoalisi dengan partai lain.

"Sekarang yang bisa mengusung calon presiden sendiri hanya PDIP," ujarnya.

Sebaliknya, PT 20 persen justru memunculkan sejumlah persoalan karena bisa saja hanya melahirkan dua pasangan calon. Imbasnya potensi terjadinya polarisasi di tengah masyarakat bisa saja terjadi seperti yang terjadi pada Pilpres 2019 lalu.

"Andai saja 15 persen misalnya mungkin ada tiga calon mungkin ada empat calon. Sebelumnya ada lima calon dengan PT 15 persen. Akhirnya dengan dua calon ini head to head bipolar keterbelahannya luar biasa lukanya dalam sekali," ujarnya.

Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, juga memandang PT 20 persen perlu dihapus. Burhanuddin menilai tingginya presidential threshold berpotensi memunculkan calon tunggal.

"Karena threshold terlalu tinggi, terjadi fenomena kemungkinan munculnya calon presiden tunggal juga sangat besar. Jadi, partai cenderung berkoalisi ketimbang berkompetisi," kata Burhanuddin dalam acara diskusi yang digelar secara daring, Rabu (5/1).

Dirinya menilai, kemunculan calon tunggal justru bertentangan dengan alam demokrasi. Dalam berdemokrasi, manusia harusnya melawan manusia bukan melawan kotak kosong.

"Jadi, kalau threshold terlalu tinggi, sangat mungkin seorang capres itu mengakumulasi dukungan dari partai-partai dan partai-partai enggan untuk memunculkan kadernya maju dalam pilpres. Dan itu yang dirugikan adalah pemilih," ujarnya.

PT 20 persen juga meniadakan kesempatan untuk memunculkan capres alternatif. Terakhir, sama seperti Pangi, presidential threshold yang terlalu tinggi juga bakal berpotensi memunculkan polarisasi politik.

"Kalau terjadi dua pengkutuban mau tidak mau ada sumber daya primordial yang dimaksimalkan oleh kedua calon. Tapi polarisasi politik ini juga tetep muncul meskipun capresnya lebih dari dua. Sepanjang masih ada sistem dua putaran seperti yang diamanatkan konstitusi kita," katanya.

 

photo
Tiga Pasang Capres-Cawapres Terkuat - (Infografis Republika.co.id)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement