Jumat 07 Jan 2022 15:08 WIB

Ridwan Kamil Bantu Pelaku Industri Kulit Garut Gaet Pasar Luar Negeri

Generasi milenial jadi pasar menjanjikan untuk pelaku industri kulit di Garut.

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Bilal Ramadhan
Sejumlah pekerja menjemur kulit sapi di industri penyamakan kulit PT Garut Makmur Perkasa (GMP), Garut Kota, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin (15/3/2021). Industri tersebut mampu memproduksi kulit hingga 200 ribu per fit dalam sebulan yang didistribusikan ke berbagai perajin di bidang fesyen dan aksesoris otomotif berbahan kulit.
Foto: ANTARA/Candra Yanuarsyah
Sejumlah pekerja menjemur kulit sapi di industri penyamakan kulit PT Garut Makmur Perkasa (GMP), Garut Kota, Kabupaten Garut, Jawa Barat, Senin (15/3/2021). Industri tersebut mampu memproduksi kulit hingga 200 ribu per fit dalam sebulan yang didistribusikan ke berbagai perajin di bidang fesyen dan aksesoris otomotif berbahan kulit.

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil terus mendorong pelaku industri kulit di Garut. Ridwan Kamil menilai, pasar generasi Z atau milenial dan luar negeri adalah prospek pasar yang menjanjikan bagi pelaku industri perkulitan di Garut.

Untuk menggaet pasar yang lebih luas ini, kata Ridwan Kamil, para pelaku usaha harus mulai menggunakan teknologi informasi sebagai alat pemasaran. Hal tersebut diungkapkan Ridwan Kamil saat melakukan kunjungan ke Satuan Pelayanan (Satpel) Pengembangan Industri Perkulitan yang dikelola Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat di Sukaregang Kabupaten Garut.

Baca Juga

Dalam kunjungan yang disertai dialog dengan para pelaku usaha kulit tersebut, Ridwan Kamil mengatakan, dengan bantuan digitalisasi teknis pemasaran, maka bisa menggerakan roda perekonomian yang sempat lesu akibat pandemic Covid-19.

Menurutnya, industri kerajinan kulit di Kabupaten Garut memiliki potensi bisnis yang besar. Tapi sayangnya, selama ini industri itu justru tak banyak berkembang. Dia mencatat, setidaknya ada lima masalah utama yang menyebabkan pengembangan industri kerajinan kulit di Kabupaten Garut stagnan.

Pertama, bahan baku untuk membuat kerjinan kulit masih belum layak untuk diekspor. "Bahannya ternyata tidak exportable. Karena saat diuji di laboratorium, kadar ini itu-nya tidak memadai," kata Ridwan Kamil.

Permasalahan kedua, kata dia, desain produk kerajinan kulit di Sukaregang tak banyak inovasi. Ini bisa dilihat dari desain untuk produk yang sama di beberapa toko kerajinan kulit hampir semuanya mirip.

Salah satu persoalan dalam penjualan, kata Emil, adalah produk yang tidak sesuai dengan selera pasar saat ini. "Saya tawarkan kalau ada pengusaha kulit yang mau berkolaborasi memproduksi desain Ridwan Kamil, saya tunggu," katanya.

Dia mengatakan, dirinya tak akan memungut biaya sepeser pun bagi pelaku usaha kulit yang ingin produknya ia desain. "Kalau mau silakan, saya minta daftarnya berapa toko yang mau memproduksi barang yang saya buat desainnya mulai dari dompet, tas wanita, sepatu, jaket yang semuanya berbahan dasar kulit garut," katanya.

Tak hanya itu, Ridwan Kamil yang jumlah pengikutnya di media sosial sampai saat ini sekitar 15 juta orang juga siap mempromosikan produk kulit yang ia desain. "Saya juga siap untuk memasarkan produknya, tapi tentunya produk itu harus sesuai dengan selera pasar. Nanti saya posting, pengikut saya sudah ada 15 juta orang," katanya.

Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jabar,  berencana akan membentuk lembaga yang bertugas mengembangkan tren desain produk kerajinan kulit. "Kalau perajin kompak, setiap tahun akan ada tren berbeda. Tidak berulang terus. Jadi membuat trendsetter," paparnya.

Masalah ketiga, kata dia, terdapat masalah limbah dalam pasca produksi kerajinan kulit di Kabupaten Garut yang menjadi faktor penyebab pencemaran lingkungan. Masalah keempat, menurut Emil, adalah para pelaku usaha kerajinan kulit di kawasan Sukaregang masih kurang memahami bagaimana memasarkan produk secara digital.

Mayoritas pelaku usaha masih menjual produknya secara konvensional. Dia juga meminta pengusaha memanfaatkan bahan dari limbah tumbuhan untuk membuat sebagian produknya.

Bahan yang dimaksud adalah dari limbah kopi dan jamur untuk dijadikan kulit, yang saat ini sedang diminati merk fesyen dunia.

Sementara menurut Plt Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat Moh Arifin Soedjayana, di Satpel Perkulitan Garut pihaknya memberikan layanan tujuh permesinan pendukung.

"2021 layanan permesinan di satuan pelayanan perkulitan ini memberikan pelayanan tertinggi, yang mencapai 774 pelayanan," katanya.

Tingginya layanan ini, kata Arifin, menunjukan besarnya kebutuhan para pelaku usaha kulit di Garut menggunakan mesin di satuan pelayanan yang diampu  Bidang Industri Pangan dan Olahan Kemasan (IPOK) tersebut.

"Dalam rangka pemulihan ekonomi, kami terus berupaya meningkatkan kapasitas pelaku usaha di Jawa Barat, salah satunya di Sukaregang, Garut," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement