Sabtu 11 Dec 2021 05:11 WIB

Marak Pelecehan Seksual, MUI Desak KUHP Perzinahan Disahkan

MUI mendesak disahkannya KUHP yang memuat pasal tentang perzinahan.

Rep: Imas Damayanti/ Red: Mas Alamil Huda
Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan mendesak disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang memuat pasal tentang perzinahan.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Sekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan mendesak disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang memuat pasal tentang perzinahan.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) Amirsyah Tambunan mengatakan, pelecehan seksual yang marak terjadi di lembaga pendidikan harus disikapi dengan adanya penindakan hukum yang adil. Untuk itu dia mendesak disahkannya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang memuat pasal tentang perzinahan. 

"Kita ada UU Perlindungan Anak, ada KUHP segala macam. Sayangnya, hukum kita dalam konteks KUHP belum ada kategori perzinahan. Nah inilah yang kita dorong. Apa yang dimaksud zina? Bagaimana membuktikan? Itu sebenarnya di draf KUHP sudah ada, tapi sayangnya belum disahkan," kata Amirsyah saat ditemui Republika.co.id, di The Sultan Hotel, Jakarta, Jumat (10/12). 

Sebagaimana diketahui, kasus pelecehan dan kekerasan seksual marak terjadi di sejumlah lembaga. Baik itu lembaga pendidikan, maupun lembaga penegak hukum. Berdasarkan catatan singkat, sejak tahun 2001 saja terdapat 27 kasus pelecehan seksual yang terjadi di sekolah asrama berbasis agama. 

Terkait hal ini, Amirsyah menekankan bahwa penegakan hukum harus dilakukan seadil-adilnya kepada pelaku pelecehan maupun kekerasan seksual. Namun demikian, kata dia, bukan berarti lembaga maupun institusi tempat pelaku bekerja harus dibubarkan atau para insan yang bekerja di dalamnya digeneralisasi. 

"Poinnya adalah pelecehan atau kekerasan seksual, apalagi ranah pidana harus disikapi secara tegak. Jadi jangan sampai kita ada anggapan bahwa lembaga pendidikan harus dibubarkan. Ya jangan. Jangan mengeneralisir orang atau lembaga dengan stigma tertentu. Tindak pelakunya," kata dia. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement