REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indikator Politik Indonesia mengeluarkan hasil survei atau temuannya bertajuk 'Kinerja Presiden, Pemulihan Ekonomi Pasca Pandemi dan Peta Elektoral Terkini', pada Ahad (5/12/2021).
Sejumlah nama yang masuk menjadi kandidat calon presiden dan calon wakil presiden dalam survei Indikator Politik Indonesia (IPI), termasuk Joko Widodo. Dalam survei tersebut diketahui Prabowo Subianto mendapatkan 26,9 persen di atas Ganjar Pranowo yang meraih 23,2 persen. Sementara Sandiaga Uno yang disebut-sebut sebagai salah satu kandidat kuat tertinggal jauh dan hanya meraih 4,5 persen.
Pengamat komunikasi politik Cecep Handoko melihat Sandi tidak mendapatkan dukungan dari pemilih Jokowi yang lebih condong berpindah ke Ganjar. Sandi meski sudah masuk ke dalam kabinet, menurut Cecep, belum mampu meraih hari pendukung Jokowi. Bahkan, dengan raihan angka 4,5 persen, pendukung Jokowi terkesan menjauhi Sandi.
Cecep Handoko berkata, faktor primodial sulit untuk dihilangkan di Pilpres 2024. Ia menilai, efek sebelumnya di mana kental nuasa kampanye politik identitas, jadi sisi negatif ke Sandi yang melekat. "Pendukung Jokowi mungkin tak ingin hal itu kembali terjadi sehingga lebih memilih Ganjar atau Prabowo," kata dia di Jakara, Rabu (8/12).
Baca juga : Sikap Ridwan Kamil Soal Guru Pemerkosa 14 Santriwati
Dengan suara pemilih Jokowi yang hanya 4,5 persen, Sandiaga tidak cukup pantas disebut favorit. Apalagi, hal itu akan bergantung dengan siapa dipasangkan.
Dukungan kecil terhadap Sandi, boleh jadi karena belum ada rekam jejak keberhasilan di birokrasi. Ketika menjabat wakil gubernur tidak tuntas, bahkan Sandi memilih maju menjadi cawapres. Setelah kalah di Pilpres 2019, ia justru masuk istana.
Rekam jejak seperti itu, menurut Cecep akan membuat publik merasa tidak ada konsistensi, sehingga sedikit banyaknya akan berpengaruh pada elektabilitasnya di 2024 nanti. "Ketika memutuskan bergabung ke kabinet, dua pihak kecewa, pendukungnya dan tentu saja ketidaksukaan dari pendukung Jokowi," ucap Cecep.
Cecep menilai, banyak pemilih Jokowi ketika di Pilpres sebelumnya beragam, multikultur, beragam etnis dan cenderung mengedepankan keterbukaan dan kampanye nonpolitik identitas, sehingga bebas menentukan siapa yang akan dipilihnya nanti di Pilres 2024.
"Pemilih Jokowi kan beragam, begitu juga kelompok relawannya. Pemilih Jokowi pilih yang sesuai dengan ideologi dan kriteria capres mereka. Apalagi, Jokowi pun kasih kebebasan buat menteri-menterinya nyapres, berarti tidak ada kekhususan arahan untuk pilih capres tertentu," kata dia.