REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presidium Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) mengeluarkan pernyataan terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 91/PUU-XVIII/2020 dalam perkara Pengujian Formil Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja terhadap UUD Tahun 1945. KAMI meminta masyarakat yang menjalani proses hukum karena mengkritisi UU Cipta Kerja dibebaskan dan namanya direhabilitasi.
"KAMI menilai dengan dikeluarkannya putusan MK ini, pemerintah seharusnya beritikad baik untuk segera menghentikan proses peradilan," tegas KAMI dalam pernyataan yang ditandatangani Presidium KAMI, Jenderal TNI Purn Gatot Nurmantyo, Rochmat dan Din Syamsuddin, Selasa (30/11).
Dalam pernyataan itu juga KAMI meminta segera memvonis bebas aktivis KAMI seperti Jumhur Hidayat dan Anton Permana, serta merehabilitasi nama dan kehormatan aktivis KAMI Syahganda Nainggolan yang telah divonis dan dipenjarakan secara semena-mena. Maka, sudah selayaknya pemerintah juga merehabilitasi nama dan kehormatan para korban lainnya yang meninggal dunia akibat kekerasan aparat saat berlangsungnya aksi massa memprotes UU Cipta Kerja.
"Dan atau yang telah ditangkap, diadili dan dipenjarakan oleh negara karena dianggap sebagai penghalang berlakunya UU Cipta Kerja, demi tegaknya kembali kewibawaan pemerintah di dalam sistem negara hukum,"
Sementara itu dihubungi terpisah Abdullah Al Katiri, Ketua Divisi Hukum dan Advokasi KAMI yang juga Ketua Tim Advokasi Syahganda Nainggolan dan Anton Permana mengingat agar putusan MK ini menjadi pertimbangan Majelis Hakim yang menangani persidangan Anton Permana.
"Ya seharusnya putusan MK ini digunakan sebagai pertimbangan Majelis Hakim baik ditinggkat Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi maupun MA untuk membebaskan Anton Permana dan Jumhur Hidayat," katanya saat dihubungi Republika, Selasa (30/11).
Abdullah Al-Katiri mengatakan, sampai saat ini perkaranya masih dalam proses karena substansi yang didakwakan adalah kritikan dan protes tentang rancangan UU Cipta Kerja. Dari awal UU Cipta Kerja ini sangat merugikan dan membebani rakyat sehingga perlu ditolak untuk disahkan.
"Dan negara seharusnya merehabilisasi nama baik ketiga petinggi KAMI tersebut yaitu Syahganda Nainggolan, Jumhur Hidayat dan Anton Permana," katanya.