REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Aparat lintas instansi dari unsur Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalimantan Selatan, TNI, Polri, Basarnas, Tagana, dan relawan bersatu dalam mempercepat penanganan bencana pergerakan tanah di wilayah tersebut. Fenomena langka itu telah menewaskan empat warga di Kotabaru, Kalimantan Selatan.
Pelaksana Tugas Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB, Abdul Muhari mengatakan, empat warga Desa Maradapan, Kabupaten Kotabaru ditemukan dalam kondisi meninggal dunia. Mereka diketahui terdampak pergerakan tanah pada Senin (29/11).
Menurut dia, BPBD Kalimantan Selatan melaporkan, fenomena pergerakan tanah itu terjadi setelah sebelumnya hujan dengan intensitas tinggi mengguyur wilayah tersebut. Pendataan BPBD per Selasa (30/11), pukul 19.15 WIB, sebanyak 125 warga terpaksa mengungsi di Kantor Desa Maradapan.
"Sebanyak 32 rumah yang mereka tempati mengalami kerusakan akibat terdampak pergerakan tanah tersebut," kata Abdul dalam keterangan tertulisnya, Selasa (30/11).
Sebagai upaya percepatan penanganan pergerakan tanah, aparat gabungan lintas instansi, media, dan relawan itu telah berangkat menuju lokasi menggunakan kapal milik TNI AL dari Lanal Kotabaru. Tim gabungan juga membawa bantuan logistik dan peralatan yang dibutuhkan untuk mengkaji cepat, pendataan, evakuasi, dan penanganan lebih lanjut.
Dalam upaya penanganan itu terdapat kendala, yakni terbatasnya sinyal telekomunikasi dan akses menuju lokasi yang hanya dapat ditempuh melalui transportasi air sekitar 7 sampai 13 jam. "Guna mengantisipasi hal yang tidak diinginkan, BPBD Provinsi Kalimantan Selatan mengimbau kepada warga terdampak untuk tidak kembali ke rumah masing-masing, mengingat kondisi di lokasi tersebut masih berpotensi terjadi pergerakan tanah susulan," kata dia.
Selain itu, ia mengatakan, informasi prakiraan cuaca yang dikeluarkan BMKG menyebut bahwa hujan dengan intensitas tinggi masih berpotensi terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan dan sekitarnya.