Jumat 26 Nov 2021 19:49 WIB

Timsel Dinilai tak Terbuka Soal Profil Calon Anggota KPU

Sejumlah pegiat pemilu mengkritik kurangnya keterbukaan timsel calon anggota KPU.

Rep: Mimi Kartika/ Red: Mas Alamil Huda
Ketua Tim Seleksi Calon Anggota KPU-Bawaslu Juri Ardiantoro mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/11/2021). Sejumlah pegiat pemilu mengkritik kurangnya keterbukaan timsel calon anggota KPU.
Foto: ANTARA/Aprillio Akbar
Ketua Tim Seleksi Calon Anggota KPU-Bawaslu Juri Ardiantoro mengikuti Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (2/11/2021). Sejumlah pegiat pemilu mengkritik kurangnya keterbukaan timsel calon anggota KPU.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sejumlah pegiat pemilu mengkritik kurangnya keterbukaan tim seleksi (timsel) calon anggota KPU dan Bawaslu. Menurut peneliti Indonesia Parlementary Center (IPC), Arif Adiputro, timsel saat ini hanya mengumumkan informasi umum seperti nama, profesi, dan kota tempat tinggal, sehingga masih terbatasnya profil mengenai calon.

"Apalagi memang yang dibutuhkan masyarakat sipil untuk memberikan masukan terkait rekam jejak tidak terlepas dengan yang namanya profesi sebelumnya, latar belakang pendidikannya, atau organisasi sebelumnya," ujar Arif dalam diskusi publik secara daring, Jumat (26/11).

Baca Juga

Tak banyak informasi awal terkait calon anggota KPU dan Bawaslu. Padahal, semua calon tidak mudah dikenali dari sekadar nama dan profesinya saat ini. Sementara, informasi seperti alamat lengkap dan nomor telepon memang sudah diatur sebagai data pribadi yang tidak bisa begitu saja diungkapkan. Sedangkan, ada beberapa data calon penyelenggara pemilu seperti pendidikan terakhir dan riwayat pekerjaan terakhir yang bisa diumumkan seharusnya dibuka untuk menelusuri rekam jejaknya.

Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Nurul Amalia Salabi, mengatakan, riwayat hidup calon anggota KPU dan Bawaslu penting dibuka sebagai informasi publik. Masyarakat sipil memerlukannya untuk bisa berpartisipasi dalam menelaah rekam jejak kandidat penyelenggara pemilu.

"Teman-teman koalisi sudah berupaya untuk melakukan profiling tetapi memang itu sangat sulit dilakukan, mengapa? Karena masih banyak nama-nama yang susah ditemukan profilnya melalui pencarian nama di internet," kata Nurul.

Dia menuturkan, penelusuran rekam jejak ini penting dilakukan untuk membantu publik guna memahami latar belakang calon anggota KPU-Bawaslu. Salah satunya untuk menjawab pertanyaan apakah kandidat mempunyai keberpihakan atas afirmasi perempuan dan kelompok rentan maupun gagasan terhadap inovasi bagi pelaksanaan pemilu.

Selain itu, Perludem juga mendorong timsel transparan dalam menentukan bobot penilaian peserta calon anggota KPU-Bawaslu. Alat ukur untuk menentukan kandidat lulus atau tidak lulus ke tahap berikutnya harus dijelaskan oleh timsel kepada peserta maupun publik.

"Semakin banyak hal yang tidak dijelaskan oleh timsel atau tidak dibuka kepada publik terkait proses seleksi yang diharapkan oleh banyak pihak bisa berjalan secara berintegritas dan akuntabel ini akan semakin mengurangi tingkat kepercayaan publik terhadap hasil seleksi itu sendiri," jelas Nurul.

Sementara itu, pada 24 November, timsel menggelar seleksi tes tertulis dan penulisan makalah bagi kandidat penyelenggara pemilu yang dinyatakan lulus tahap administrasi. Sehari setelahnya, 25 November, kandidat melanjutkan proses seleksi tes psikologi. Semuanya dilakukan secara terpusat di JIEXPO Kemayoran, Jakarta Pusat.

Peneliti Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol UI), Delia Wildianti, mencatat, tidak ada komposisi nilai tes tertulis melalui computer assisted test (CAT), pembuatan makalah, maupun psikotes. Hal ini memicu pertanyaan dari peserta soal bagaimana timsel mempertimbangkan hasil seleksi dari ketiga tes tersebut.

Dia menyebut, hasil CAT pun tidak dapat diakses oleh peserta secara langsung. CAT untuk seleksi nasional memang inisiatif yang baik sehingga dapat memudahkan peserta dan mempercepat pengolahan hasil, maka semestinya akses peserta mengetahui hasil bisa dipercepat.

"Jadi memang harus komprehensif untuk menentukan 48 orang nanti di pengumuman hasil seleksi tahap kedua," tutur Delia.

Peneliti Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif, Muhammad Ihsan Maulana, menyampaikan, dari 630 peserta yang dinyatakan lulus tahap administrasi, ada 587 peserta yang hadir pada seleksi tes tertulis dan makalah. Jumlah ini berkurang menjadi 583 peserta pada seleksi tes psikologi di hari berikutnya.

Jumlah ini dikonfirmasi anggota timsel calon anggota KPU-Bawaslu, Betty Alisjahbana. Menurut dia, para peserta seleksi penyelenggara pemilu yang tidak hadir dipastikan gugur. "Iya, yang tidak hadir gugur," ujar Betty saat dikonfirmasi Republika.co.id.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement