Jumat 26 Nov 2021 15:46 WIB

Putusan MK di UU Ciptaker, Yusril Nilai Pemerintah Beruntung

"Kalau murni inkonstitusional, pemerintah Presiden Jokowi berada dalam posisi sulit."

Rep: Nawir Arsyad Akbar, Flori Sidebang/ Red: Andri Saubani
Pengamat Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Pengamat Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Mantan menteri hukum dan HAM yang juga pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan bahwa pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera memperbaiki Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Yusril menilai, jika saja putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional murni, pemerintahan Jokowi bisa berada dalam posisi sulit.

"Masih bagus MK hanya menyatakan inkonstitusional bersyarat. Kalau murni inkonstitusional, pemerintah Presiden Jokowi benar-benar berada dalam posisi yang sulit," ujar Yusril lewat keterangan tertulisnya, Jumat (26/11).

Baca Juga

Yusril menilai, pemerintahan Presiden Jokowi akan mengalami pekerjaan berat seusai putusan MK atas UU Cipta Kerja. Pasalnya, hampir setiap kebijakan pemerintah didasarkan dari omnibus law tersebut.

Selama belum diperbaiki dalam rentang dua tahun ke depan, tak dapat mengambil kebijakan baru dengan didasarkan pada UU Cipta Kerja. Dalam waktu tersebut, pemerintah setidaknya dapat melakukan dua upaya.

"Pertama, memperkuat Kementerian Hukum dan HAM sebagai law centre dan menjadi leader dalam merevisi UU Cipta Kerja," ujar Yusril.

"Kedua, pemerintah dapat segera membentuk Kementerian Legislasi Nasional yang bertugas menata, menyinkronisasi, dan merapikan semua peraturan perundang-undangan dari pusat sampai ke daerah," katanya menambahkan.

Ia menjelaskan, UU Cipta Kerja menggunakan metode omnibus law yang meniru Amerika Serikat dan Kanada. Namun, metode tersebut berbenturan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (PPP).

Dalam undang-undang tersebut, setiap pembentukan peraturan maupun perubahannya, secara prosedur harus tunduk pada UU PPP. Adapun dalam undang-undang tersebut tak mengatur metode omnibus law.

"Sebab itu, ketika UU Cipta Kerja yang dibentuk dengan meniru gaya omnibus law diuji formil dengan UU Nomor 12 Tahun 2011, UU tersebut bisa dirontokkan oleh MK," ujar Yusril.

MK memutus bahwa prosedur pembentukan UU Cipta Kerja menabrak prosedur pembentukan undang-undang. Sebagaimana diatur oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.

"Tidak heran dan tidak kaget jika MK menyatakan UU Cipta Kerja inkonstitusional," kata Yusril.

"Presiden Joko Widodo (harus) bertindak cepat melakukan revisi menyeluruh terhadap UU Cipta Kerja, tanpa harus menunggu dua tahun," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement