Rabu 24 Nov 2021 15:42 WIB

Guru dan Tantangan Pedagogi Digital pada Era Pandemi

Guru yang terus belajar akan menggenggam masa depan.

Guru SDN Tebet Timur 07 Arbanur Orbita melakukan kegiatan belajar mengajar secara daring saat kegiatan McClassroom di Jakarta, Selasa (23/11). McDonald’s Indonesia mengadakan McClassroom pada tanggal 22-23 November 2021, yang diikuti oleh 300 guru terpilih se-Indonesia untuk mengajar kisah-kisah para pahlawan nasional Indonesia di 150 gerai dalam rangka memperingati Hari Guru Nasional yang jatuh pada 25 November 2021.
Foto:

Tantangan guru

Namun, pengelolaan pembelajaran berbasis digital tak gampang diwujudkan. Lima tantangan objektif membangun pedagogi digital.

Pertama, Bank Dunia (2020) menyebut anak-anak keluarga berpenghasilan rendah ke hilangan lebih banyak waktu belajar, dari pada anak-anak dari keluarga lebih kaya. Ditambah situasi PJJ, diprediksi hanya 30 persen siswa mencapai skor minimum kemampuan membaca.

Kedua, kesenjangan digital dan rendahnya budaya digital. Infrastruktur pendukung pembelajaran digital belum merata karena fakta kesenjangan seperti uraian di awal, sehingga pelaksanaan PJJ tak efektif.

Ketiga, praktik PJJ selama pandemi lebih pada coba-coba, tanpa dasar epistemologi pedagogi. Dus, dibutuhkan cetak biru peda gogi digital di Indonesia. Keempat, angka perundungan siber yang mencemaskan.

Hasil riset UGM (2021) menunjukkan, 45,35 persen remaja yang menjadi responden, megaku menjadi korban perundungan siber dan 38,41 persen pernah menjadi pelaku. Tingginya angka kekerasan siber akibat meningkatnya penggunaan media digital dan internet di kalangan remaja. Guru melalui literasi digital belum mampu mencegah poensi perundungan siber di kalangan siswa.

Kelima, rendahnya kompetensi pedagogi dan profesional guru. Nilai rata-rata Uji Kompetensi Guru (UKG) 2015 di bawah 60. Hasil survei pengetahuan guru di bidang bahasa Indonesia (literasi), matematika, dan pedagogi di bawah standar minimum.

Dua aspek pertama hasilnya rendah, sedangkan aspek terakhir nilainya sangat rendah (Bank Dunia, 2020). Fakta menyedihkan sekaligus mengkhawatirkan bagi penyiapan sumber daya manusia bermutu.

Kemampuan digital guru sebagian besar masih pada level tahu dan bisa memakai teknologi TIK secara terbatas. Masih jauh dari level memproduksi konten pembelajaran digital, apalagi menjadi pelatih.

Sebaliknya patut diapresiasi, kesadaran memanfaatkan teknologi ditunjukkan dengan terus meningkatnya partisipasi dalam pelatihan TIK guru, sejak 2017-2021 ber turut-turut diikuti: 11 ribu, 20 ribu, 30 ribu, 70 ribu, dan 82 ribu guru (Pusdatin, 2021).

Menyiapkan guru yang adaptif sekaligus cerdas berteknologi digital tak mudah, menyangkut multiaspek, yaitu ekosistem belajar, kompetensi, tanggung jawab, dan pola pikir guru untuk terus mengem bangkan diri. Dalam peringatan Hari Guru Nasional kali ini, penting mempertegas kembali: Guru yang berhenti belajar hanya punya masa lalu, guru yang terus belajar akan menggenggam masa depan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement