Rabu 24 Nov 2021 12:00 WIB

Rp 226 T Belum Terserap, Jokowi: Ini Gede Sekali!

Jokowi meminta agar pola-pola pelayanan lama dan 'jadul' harus ditinggalkan.

Rep: Novita Intan/Antara/ Red: Agus Yulianto
Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Foto:

Dia juga meminta, agar gubernur, bupati, wali kota memberikan target kepada Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dalam setahun. "Misalnya memberikan 10 ribu izin usaha kecil gratis, yang kecil-kecil itu diurus, kalau mereka pegang yang namanya izin jadi bisa mudah ke lembaga keuangan karena perizinan jadi syarat selain syarat-syarat lain. Kalau pegang (izin) ini akan memudahkan, jadi sekali lagi usaha kecil juga investor, jangan hanya bayangkan investgor harus asing, gede, kecil juga investor," tambah Presiden.

Dengan adanya investor-investor di daerah, maka menurut Presiden Jokowi, peredaran uang semakin banyak. "Kalau investornya dari luar berarti membawa uang asing, artinya peredaran uang semakin besar dan itu akan menimbulkan efek ke daya beli masyarakat juga akan naik, konsumsi masyarakat naik pertumbuhan ekonomi juga akan naik, larinya ke sana," tegas Presiden.

Realisasi sangat terbatas

Pemerintah mencatat realisasi belanja anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) sebesar Rp 730,13 triliun pada Oktober 2021. Adapun realisasi ini tumbuh 59,62 persen dari pagu anggaran sebesar Rp 1.224,73 triliun.

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, banyak daerah yang belum menyerap APBD agar dibelanjakan program daerah. Dia menyebutkan, per 18 November 2021, hanya Jawa Tengah dan Yogyakarta yang penyerapannya di atas 60 persen, sedangkan di Maluku baru membelanjakan dananya 30 persen.

“Realisasi belanja APBD 2021 masih sangat terbatas. Jika dilihat berbagai daerah mereka hanya belanja sekitar 50 persen,” ujarnya saat Kongres Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) Tahun 2021. 

Meski demikian, menurutnya, penyerapan anggaran di daerah tahun ini lebih baik dari tahun 2020 lalu. Namun, secara persentase masih terbatas dan mengakibatkan daerah mengalami surplus APBN. "Pendapatan mereka lebih besar dari belanja," ucapnya.

Hal ini menunjukkan adanya ketidaksinkronan antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat berupaya mendorong belanja APBN untuk memulihkan ekonomi nasional. Terlebih tahun ini, pemerintah melebarkan defisit APBN hingga Rp 540 triliun.

Sebaliknya, pemerintah daerah justu menahan belanja yang berakibat pada terhambatnya proses pemulihan ekonomi. Bahkan, anggaran daerah berpotensi surplus hingga Rp 111,5 triliun.

"Pusat mendorong, tapi daerah meredam (penyerapan APBD), makanya dampak ke perekonomian tidak maksimal," kata dia.

 

"Ini evaluasi yang harus kita lihat. APBN dan APBD ada, penerimaan ada, tapi eksekusi belum optimal," katanya menambahkan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement