Rabu 17 Nov 2021 19:36 WIB

DPRD Minta Raperda Penyelenggaraan Kota Religius Ganti Nama

DPRD Depok mengusulkan nama Raperda Jaminan Kebebasan dan Kerukunan Beragama.

Rep: Rusdy Nurdiansyah/ Red: Endro Yuwanto
Wali Kota Depok, Mohammad Idris bersama jajaran dari perwakilan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok tampil kompak.
Foto: Republika/Rusdy Nurdiansyah
Wali Kota Depok, Mohammad Idris bersama jajaran dari perwakilan Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) bersama Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Depok tampil kompak.

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Penyelenggaran Kota Religius dinilai terlalu mengatur persoalan privat. Selain itu, kata religius terlalu sulit diukur serta tak relevan dengan substansi.

"Religiusitas itu abstrak. Itu berkaitan hubungan manusia dengan Tuhan, penghayatan dan perilaku. Sedangkan yang akan diatur yakni dukungan untuk kegiatan keagamaan, lalu jaminan kebebasan beragama, dan kerukunan beragama," ujar Ketua Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) DPRD Kota Depok, Ikravany Hilman, saat berdiskusi dengan para pengurus PWI Kota Depok, Rabu (7/11).

Baca Juga

Ikravany yang juga selaku Ketua Fraksi PDI-P DPRD Kota Depok ini juga mengusulkan untuk pergantian judul, bukan Raperda Penyelenggaran Kota Religius, tapi Raperda Jaminan Kebebasan dan Kerukunan Beragama. "Kami juga mengusulkan ganti judul, bukan Raperda Penyelenggaran Kota Religius, tapi Raperda Jaminan Kebebasan dan Kerukunan Beragama," jelasnya.

Menurut Ikravany, religiusitas yang abstrak membuat perda ini, jika disahkan oleh parlemen, akan susah diukur keberhasilannya. Padahal, kalau Perda ini fokus untuk mengatur soal jaminan kebebasan beragama hingga beribadah, ada banyak parameter yang bisa jadi ukuran keberhasilannya.

"Parameternya, misalnya, adakah konflik-konflik berhubungan dengan agama, aktivitas keagamaan termasuk dukungan terhadap para pemuka-pemuka agama, pemimpin agama termasuk ustadz-ustadzah, pendeta, pastor, dan biksu," ucap Ikravany.

Ikravany menambahkan, Raperda Penyelenggarakan Kota Religius sebagian isinya dinilai masih bernuansa diskriminatif terhadap minoritas, kendati tak secara eksplisit. "Yang dipersoalkan tidak bisa kita mengatur urusan religius seseorang atau pemerintah tidak boleh terlalu jauh mengatur hal-hal privat keagamaan dalam keluarga," tegasnya.

Lanjut Ikravany, peraturan harus untuk keseluruhan agama dan jangan sampai ada pasal-pasal yang bersifat hanya untuk satu agama.

"Kami ingin menjamin kebebasan beragama dan beribadah karena ingin mendukung kegiatan keagamaan dan membangun serta menjaga kerukunan beragama," jelas Ikravany. "Saya rasa, Pemerintah Kota (Pemkot) Depok keagungannya tidak berkurang dan akan jauh lebih mudah bagi semua untuk melakukan evaluasi dan mengukur keberhasilan."

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement