Jumat 12 Nov 2021 17:56 WIB

Nadiem Bergeming, Permendikbud PPKS Tetap Berlaku di Kampus

Nadiem menegaskan Permendibud PPKS juga berlandaskan norma agama.

Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Anwar Makarim.
Foto:

Pada Kamis (11/11), Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia ke-VII mengeluarkan salah satu rekomendasi yakni, meminta pemerintah mencabut atau setidaknya merevisi Permendikbud PPKS. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, KH Asrorun Niam Sholeh, mengatakan, mengapresiasi niat baik Mendikbudristek untuk melakukan upaya pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di lingkungan perguruan tinggi.

"Namun demikian, Permendikbudistek Nomor 30 Tahun 2021 telah menimbulkan kontroversi, karena prosedur pembentukan peraturan dimaksud tidak sesuai dengan ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagaimana diubah UU Nomor 15 Tahun 2019 dan materi muatannya bertentangan dengan syariat, Pancasila, UUD NRI 1945, peraturan perundangan-undangan lainnya, dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia," kata Kiai Asrorun saat konferensi pers pada penutupan ijtima ulama yang digelar Komisi Fatwa MUI, Kamis (11/11).

Ia menerangkan, ketentuan-ketentuan yang didasarkan pada frasa 'tanpa persetujuan korban' dalam Permendikbudistek Nomor 30 Tahun 2021 bertentangan dengan nilai syariat, Pancasila, UUD NRI 1945, peraturan perundangan-undangan lainnya, dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia. Ketentuan-ketentuan yang dikecualikan dari frasa 'tanpa persetujuan korban' dalam Permendikbudistek Nomor 30 Tahun 2021 terkait dengan korban anak, disabilitas, situasi yang mengancam korban, di bawah pengaruh obat-obatan, harus diterapkan pemberatan hukuman.

 

Kiai Asrorun mengatakan, maka meminta kepada pemerintah agar mencabut atau setidak-tidaknya mengevaluasi atau merevisi Permendikbudistek Nomor 30 Tahun 2021 dengan mematuhi prosedur pembentukan peraturan. Sebagaimana ketentuan UU Nomor 12 Tahun 2011 yang telah diubah dengan UU Nomor 15 Tahun 2019.

Ia menegaskan, di samping itu materi muatan Permendikbudistek tersebut wajib sejalan dengan syariat, Pancasila, UUD NRI 1945, peraturan perundangan-undangan lainnya, dan nilai-nilai budaya bangsa Indonesia.

Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian juga mengapresiasi upaya Kemendikbudristek untuk menangani permasalahan kekerasan seksual di kampus. Namun, ia menyarankan agar Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 direvisi dan disosialisasikan untuk mencegah multitafsir.

Menurutnya, perdrbatan dari Permendikbud PPKS ditimbulkan dari adanya perbedaan persepsi. Padahal, pihak terkait tengah berbenah untuk mencegah terjadinya lagi kekerasan seksual di lingkungan kampus.

"Jangan sampai kekisruhan ini menjadikan upaya ini mengalami kemunduran dan bahkan terhambat," ujar Hetifah lewat keterangan tertulisnya, Jumat (12/11).

Hal tersebut disampaikannya, karena masih adanya pihak yang menganggap bahwa Permendikbud 30/2021 adalah aturan yang melegalkan zina. Padahal, formulasi 'tanpa persetujuan korban' itu sebetulnya bertujuan untuk menjamin bahwa korban tidak akan turut mengalami sanksi dari kampus setelah mengalami pemaksaan oleh pelaku kekerasan seksual.

"Sehingga korban pun merasa aman dan bebas untuk mengadukan kasusnya," ujar Wakil Ketua Umum Partai Golkar itu.

photo
Kemendikbudristek membuka Peluang magang - (Republika/Mardiah)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement