Menurut dia, kredibilitas dari para anggota timsel yang paling penting. Dia meminta publik mengawasi proses seleksi hingga muncul nama-nama calon anggota KPU dan Bawaslu yang ditetapkan.
"Pak Eddy juga saksi ahli Pak Jokowi dulu di MK, berarti tidak valid juga dong? Bisa bubar ini panitia kalau cara menilainya begitu. Saya kira unsur kredibilitas yang paling penting. Lihat tim ini bekerja, nama seperti apa yang muncul nanti, kita bisa nilai bersama," ucap Faldo.
Surat keberatan tersebut disampaikan ICW, Perludem, serta Pusako Universitas Andalas kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengenai komposisi timsel penyelenggara pemilu. Surat keberatan telah disampaikan ke Sekretariat Negara pada Jumat (5/11) lalu.
"Pokok keberatan yang disampaikan terhadap keputusan presiden tesebut adalah terkait unsur pemerintah di tim seleksi KPU dan Bawaslu periode 2022-2027 yang dinilai tidak sesuai dengan ketentuan UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu," ujar Direktur Eksekutif Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dalam siaran pers yang diterima Republika.co.id, Senin (8/11).
Dia mengatakan, surat keberatan itu mengacu pada Keputusan Presiden Nomor 120/P Tahun 2021 mengenai pembentukan tim seleksi calon anggota KPU dan Bawaslu masa jabatan 2022-2027. Ketiga lembaga ini menilai, dari 11 anggota timsel, ada empat orang dari unsur pemerintah.
Padahal, ketentuan dalam Pasal 22 ayat (3) huruf a UU 7/2017 secara eksplisit menyebutkan unsur pemerintah di timsel hanya tiga orang dari jumlah keseluruhan maksimal 11 anggota. Delapan anggota lainnya masing-masing berasal dari unsur akademisi dan masyarakat.
Komposisi timsel dari unsur pemerintah ini dinilai tidak hanya bertentangan dengan UU Pemilu, melainkan juga berpotensi bertentangan dengan asas umum pemerintahan yang baik. Terutama soal kepastian hukum dan kecermatan dalam mengeluarkan keputusan tata usaha negara, dalam hal ini surat keputusan presiden terkait pengangkatan tim penyelenggara pemilu periode 2022-2027.