Rabu 10 Nov 2021 14:58 WIB

Hari Pahlawan, Buruh Tuntut Kenaikan Upah Minimum 10 Persen

Polres Metro Jakarta Pusat memfasilitasi buruh bertemu langsung dengan KSP Moeldoko.

Rep: Ali Mansur, Zainur Mahsir Ramadhan/ Red: Agus raharjo
Sejumlah massa buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) melaksanakan aksi di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Senin (12/4). Pada aksi tersebut mereka menutut pembayaran Tunjangan Hari Raya (THR) 2021 secara penuh, meminta Mahkamah Konstitusi membatalkan Omnibus Law, pemberlakuan upah minimum sektoral kabupaten/kota (UMSK) untuk tahun ini dan mendesak Kejaksaan Agung mengusut dugaan korupsi BPJS Ketenagakerjaan. Republika/Putra M. Akbar
Foto:

Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengeklaim, tuntutan kenaikan upah minimum tahun 2022 sebesar 7-10 persen berdasarkan hasil survei di 10 provinsi. Tuntunan itu disampaikan KSPI saat melakukan unjuk rasa melakukam aksi di 20 provinsi dan melibatkan 1000 pabrik.

"Di mana di tiap provinsi dilakukan survei di lima pasar tradisional dengan menggunakan parameter 60 item Kebutuhan Hidup Layak (KHL) sesuai UU Nomor 13 Tahun 2003, didapatlah rata-rata kenaikan UMK/UMP adalah 7-10," ujar Said Iqbal, Rabu (10/11).

Lanjut Iqbal, alasan pihaknya menggunakan UU Nomor 13 Tahun 2003, karena saat ini buruh sedang menggugat UU Cipta Kerja di Mahkamah Konstitusi MK. Apalagi judicial review UU Cipta Kerja belum inkrah, maka Undang-Undang dan peraturan pemerintah yang lama masih berlaku. "Bahkan jika menggunakan PP No 78 Tahun 2015, maka kenaikan upah minimum adalah berkisar enam persen. Hampir sama angka kenaikannya dengan mengacu pada KHL," lanjutnya.

Sambung Iqbal, KSPI berpendapat, post Covid-19 maka daya beli atau purchasing power masyarakat dan buruh harus dikembalikan seperti awal. Salah satunya dengan dinaikkan upah minimumnya minimal tujuh persen. Hal ini dilakukan agar konsumsi naik, sehingga otomatis pertumbuhan ekonomi ikut naik.

Iqbal berpendapat, bagi perusahaan yang terdampak krisis ekonomi dan Covid-19, maka tidak perlu menaikkan UMP atau UMK 2022 yang dibuktikan dengan audit laporan keuangan perusahaan yang mengalami kerugian dalam dua tahun terakhir yang diserahkan ke Disnaker dan diumumkan ke buruh.

"Bila pemerintah dan pengusaha tidak mempertimbangkan usulan buruh ini, maka akan ada aksi yang lebih luas dan lebih besar secara terus menerus," tegas Said Iqbal.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement