REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Kesehatan (Kemenkes) memastikan obat Covid-19 molnupiravir akan diberikan kepada pasien Covid-19 secara cuma-cuma alias gratis. Kemenkes diketahui akan membeli molnupiravir sebanyak 600 ribu hingga satu juta tablet pada Desember 2021, meski dinilai tak perlu oleh epidemiolog dan IDI.
Juru Bicara Kemenkes, Siti Nadia Tarmizi, mengatakan, pihaknya kini masih membahas dan menunggu rekomendasi dari organisasi profesi terkait skema penggunaan obat molnupiravir ini, termasuk skema pendistribusiannya ke setiap rumah sakit di Indonesia.
Kendati demikian, Nadia memastikan, obat ini akan diberikan secara gratis kepada pasien Covid-19. "Iya, obat ini gratis untuk pasien Covid-19," kata Nadia kepada Republika.co.id, Selasa (9/11). Namun, ia tak menyebutkan secara perinci bagaimana cara pasien mendapatkan obat gratis ini, apakah harus ke rumah sakit atau cukup melalui puskesmas saja.
Meski gratis, Nadia melanjutkan, tak tertutup kemungkinan obat molnupiravir ini dijual bebas di pasaran nantinya. "Kalau sudah dapat izin edar dari BPOM, bisa diedarkan di pasaran, bukan hanya di rumah sakit," kata dia.
Nadia menekankan, obat molnupiravir yang dijual di pasaran nantinya bukanlah obat yang dibeli Kemenkes, melainkan obat yang dibeli sendiri oleh perusahaan farmasi. "Yang menyediakan (penjual) obat itu bisa Kimia Farma ataupun perusahaan farmasi lainnya, termasuk Merck sendiri," ujarnya. Merck & Co perusahaan asal Amerika Serikat yang memproduksi obat molnupiravir.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, Senin (8/11), mengatakan, pihaknya telah mencapai kesepakatan pembelian 600 ribu hingga satu juta tablet molnupiravir. Pembelian obat, yang bisa digunakan untuk pasien gejala ringan-sedang, ini sebagai persiapan menghadapi gelombang ketiga kasus Covid-19.
Juru Bicara Penanganan Covid-19 Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) Erlina Burhan berpendapat bahwa pembelian molnupiravir belum urgen. Apalagi jika Indonesia bisa mencegah terjadinya gelombang ketiga kasus Covid-19. "Bila stok obat favipiravir masih ada, maka kebutuhan molnupiravir sih belum urgen," kata Erlina kepada Republika.co.id.
Untuk diketahui, favipiravir digunakan untuk pasien gejala ringan-berat. Direktur Utama PT Biofarma, Senin (8/11), menyebut bahwa pihaknya memiliki stok favipiravir sebanyak 17,42 juta tablet, yang bisa digunakan untuk 335.159 pasien.
Epidemiolog dari Universitas Indonesia (UI), Pandu Riono, mempertanyakan alasan Kemenkes membeli molnupiravir. Menurut dia, pemerintah seharusnya fokus mencegah lonjakan kasus.
"Obat molnupiravir hanya bermanfaat pada kasus ringan dan sedang serta hanya untuk lima hari pertama (sejak terinfeksi). Kecuali ada kepentingan tertentu yang tidak diketahui publik," kata Pandu sebagaimana dikutip dari akun Twitternya. Republika.co.id telah diizinkan untuk mengutip cicitannya itu.
Kepala Bidang Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI), Masdalina Pane, juga menilai rencana pembelian molnupiravir tidaklah urgen. Menurut dia, pemerintah seharusnya fokus menyediakan obat untuk pasien bergejala berat sehingga bisa mengurangi angka kematian.