Senin 08 Nov 2021 19:50 WIB

Komisi X: Permendikbud 30/2021 Perlu Revisi Terbatas

Definisi kekerasan seksual dalam Permendikbud 30/2021 bisa memicu multitafsir.

Rep: Nawir Arsyad Akbar/ Red: Agus raharjo
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda
Foto: istimewa
Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda menyatakan, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Riset Teknologi (Permendikbud) Nomor 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual harus dilihat dari prespektif korban kekerasan seksual yang membutuhkan perlindungan hukum. Kendati demikian, Permendikbud 30/2021 tetap membutuhkan revisi terbatas.

"Lahirnya Permendikbud 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di kampus harus dilihat dari bagian upaya untuk mencegah lebih banyaknya korban kekerasan seksual," ujar Huda lewat keterangan tertulisnya, Senin (8/11).

Baca Juga

Dalam Permendikbud 30/2021, ada aturan pencegahan kekerasan seksual, penanganan wajib kekerasan seksual di kampus dari mulai pendampingan, perlindungan, hingga konseling. Serta, aturan tentang sanksi bagi pelaku kekerasan seksual.

"Untuk pencegahan kekerasan seksual misalnya, dalam Permendikbud 30/2021 cukup detail diatur pembatasan pertemuan civitas akademika secara individu di luar area kampus maupun di luar jam operasional kampus," ujar Huda.

Ia mengatakan, tren kekerasan seksual di kampus-kampus di tanah air terus menunjukkan peningkatan. Ironisnya kekerasan seksual tersebut tidak hanya terjadi di antara mahasiswa, tetapi juga kerap dilakukan oknum dosen maupun karyawan kampus.

"Secara umum korban kekerasan seksual berdasarkan catatan dari Komnas Perempuan dari tahun 2017-2019, kasus kekerasan seksual di Indonesia mencapai 17.940 yang artinya terdapat 16 korban mengalami kekerasan seksual setiap harinya," ujar Huda.

Tingginya angka kekerasan seksual ini, harus disikapi secara tegas. Lahirnya Permendikbud 30/2021 harus diletakkan dari prespektif tersebut. Meskipun definisi kekerasan seksual dalam Permendikbud 30/2021 bisa memicu multitafsir. Menurutnya definisi kekerasan seksual dalam Permendikbud ini harus lebih tegas lagi.

"Persetujuan dua belah pihak dalam melakukan hubungan seksual harus ditautkan dalam aturan resmi baik secara norma hukum negara maupun agama, sehingga kekuatan hukum yang mengikat," ujar Huda.

Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu mendesak agar adanya revisi terbatas sebagian substansi dari Permendikbud 30/2021. Khususnya, klaster definisi kekerasan seksual. "Tidak ada salahnya Mas Nadiem merevisi terbatas Permendikbud ini  secara cepat untuk lebih menegaskan norma konsensual agar mempunyai kekuatan yang lebih mengikat," ujar Huda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement