Senin 08 Nov 2021 19:36 WIB

PKS Minta Permendikbud PPKS Dicabut

Permendikbud PPKS dinilai menjadi legalisasi perbuatan zina tanpa paksaan.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Agus raharjo
Fahmy Alaydroes
Foto: ist
Fahmy Alaydroes

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) meminta Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Anwar Makarim mencabut Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021. Permendikbud ini mengatur tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual (PPKS).

Anggota Komisi X DPR dari Fraksi PKS, Fahmy Alaydroes menilai aturan tersebut sebagai bentuk legalisasi perbuatan asusila seksual di lingkungan kampus. "Peraturan ini sama sekali tidak menjangkau atau menyentuh persoalan pelanggaran susila yang sangat mungkin terjadi di lingkungan perguruan tinggi, termasuk praktik perzinahan dan hubungan seksual sesama jenis," ujar Fahmy dalam keterangan tertulisnya, Senin (8/11).

Baca Juga

Fahmy mengatakan, aturan itu hanya berlaku apabila timbulnya korban akibat paksaan, melakukan interaksi, atau kegiatan seksual yang tidak disetujui korban. Dia menyimpulkan, itu berarti aturan tersebut membiarkan, mengabaikan, dan menganggap normal hubungan seksual yang dilakukan suka sama suka di luar ikatan pernikahan.

"Peraturan ini membiarkan, mengabaikan, dan menganggap normal. Bahkan, peraturan ini dapat ditafsirkan sebagai bentuk legalisasi perbuatan asusila seksual yang dilakukan tanpa paksaan di kalangan perguruan tinggi," kata dia.

Dia kemudian mempertanyakan keputusan Kemendikbudristek yang membuat suatu peraturan yang dapat ditafsirkan mengabaikan nilai-nilai agama, nilai-nilai Pancasila, dan sekaligus menabrak nilai-nilai luhur adat dan budaya Indonesia. Untuk itu, dia meminta agar aturan tersebut dicabut.

"Permendikbudristek ini harus sejalan dengan Pasal 31 UUD 1945 yang menugaskan pemerintah untuk mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa," kata dia.

Fahmi mengatakan, pasal 6 huruf b Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Perguruan Tinggi, berisi tentang kewajiban pemerintah dalambmenyelenggarakan pendidikan dengan prinsip demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai agama, nilai budaya, kemajemukan, persatuan, dan kesatuan bangsa.

"Peraturan ini hendaknya dapat dijadikan instrumen untuk membangun iklim kehidupan sosial yang beradab, bermoral, menjunjung tinggi etika dan nilai agama dan Pancasila di lingkungan perguruan tinggi," jelas dia.

Meski begitu, dia meminta Kemedikbudristek, pemetintah, dan semua elemen masyarakat untuk bersama-sama mencegah dan melindungi semua pelajar dan mahasiswa dari segala bentuk perbuatan kekerasan seksual dan segala bentuk perbuatan asusila seksual yg dilarang agama dan bertentangan dengan nilai-nilai luhur Pancasila dan amanah  UUD 1945.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement