Kamis 04 Nov 2021 21:55 WIB

Cerita tentang Adaptasi Baru saat Pandemi di Inggris

Masyarakat diharuskan melakukan skrining dengan aplikasi serupa PeduliLindungi.

Rep: Dian Fath Risalah/ Red: Mas Alamil Huda
Sejumlah siswa mencuci tangan sebelum masuk ruang kelas di SMA Negeri 1 Boyolali, Jawa Tengah. Pembelajaran tatap muka terbatas bagi siswa sekolah menengah atas tersebut dilakukan dengan adaptasi kebiasaan baru protokol kesehatan COVID-19 serta membatasi kapasitas jumlah siswa 50 persen dengan jadwal masuk sekolah secara bergantian.
Foto: ANTARA/Aloysius Jarot Nugroho
Sejumlah siswa mencuci tangan sebelum masuk ruang kelas di SMA Negeri 1 Boyolali, Jawa Tengah. Pembelajaran tatap muka terbatas bagi siswa sekolah menengah atas tersebut dilakukan dengan adaptasi kebiasaan baru protokol kesehatan COVID-19 serta membatasi kapasitas jumlah siswa 50 persen dengan jadwal masuk sekolah secara bergantian.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sportcaster di Inggris, Aldi Bawazier, menceritakan kesadaran masyarakat dalam adaptasi kebiasaan baru berdampingan dengan Covid-19 selama berada di Inggris. Meski pemerintah setempat hanya mengimbau dan tidak mewajibkan, namun masyarakat Inggris dengan sadar melakukan upaya perlindungan kesehatan seperti vaksinasi, serta mengenakan masker saat berada di dalam ruangan, moda transportasi, atau di ruang publik.

Untuk memasuki event atau lokasi acara, masyarakat diharuskan melakukan skrining dengan aplikasi serupa PeduliLindungi. Mereka juga harus menunjukkan sertifikat vaksin sebagai bukti telah divaksin lengkap, misalnya sebagai syarat untuk membeli tiket pertandingan olah raga. “Yang dipentingkan adalah masyarakat fully aware (sadar penuh) dan fully vaccinated (tervaksin lengkap),” ujar Aldi dalam diskusi daring, Kamis (4/11).

Baca Juga

M.A Kevin Brice, warga Inggris yang bergabung dalam dialog yang sama juga menyatakan, rakyat Inggris hampir semua sudah divaksinasi dan warga lansia mulai mendapatkan vaksin booster. Bahkan, saat ini Inggris sudah mulai lebih bebas. "Tapi pemerintah memberikan pesan untuk tetap waspada, tetap harus berpikir bahwa Covid-19 belum berakhir, dan dengan adanya varian baru makamungkin harus ada langkah yang lebih ketat,” tutur Kevin.

Ia memandang, meski saat ini sudah dilakukan pelonggaran, namun bila terjadi lonjakan kasus yang dinilai berbahaya maka pengetatan aturan seperti wajib masker dan kebijakan bekerja dari rumah akan kembali dijalankan. Langkah apapun dapat diambil bila situasi memerlukan.

“Mudah-mudahan masyarakat di Indonesia bisa sadar dan waspada, karena tindakan kita ada pengaruhnya bagi orang lain, jadi langkah-langkah ini bukan hanya untuk diri sendiri tapi juga untuk orang lain,” harap Kevin.

Juru Bicara Vaksinasi Covid-19, Kementerian Kesehatan, Siti Nadia Tarmizi, mengungkapkan, saat ini sudah hampir 200 juta dosis vaksin disuntikkan di Indonesia dengan cakupan sekitar 57 persen dari sasaran vaksinasi. Meski setidaknya sudah ada perlindungan, namun karena belum mencapai 70 persen, maka dinilai belum cukup untuk menahan bila ada varian baru.

Menyoroti masih rendahnya cakupan vaksinasi kelompok rentan, Nadia menyatakan, kesadaran masyarakat dan literasi vaksinasi di Indonesia masih harus ditingkatkan. Setelah Covid-19 berubah menjadi penyakit endemis, maka kepatuhan protokol kesehatan dan cakupan vaksinasi sangat diperlukan untuk hidup berdampingan dengan virus tersebut.

“Upaya pengendalian pandemi butuh kepatuhan, dukungan, kesadaran masyarakat. Kebijakan gas dan rem, yaitu membuka dan mengetatkan peraturan diberlakukan di banyak negara dengan kearifan lokal masing-masing negara, tidak hanya di Indonesia. Jadi upaya-upayanya memang harus dilakukan bersama,” ujar Nadia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement