REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Rr Laeny Sulistyawati
Satgas Penanganan Covid-19 mengungkapkan alasan mengapa dalam penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada daerah yang masuk level 1 kapasitas pengunjung mal dilonggarkan hingga 100 persen, sementara tempat ibadah maksimal 75 persen. Perbedaan pergerakan pengunjung mal dan tempat ibadah menjadi alasan.
Kepala Bidang Penanganan Kesehatan Satgas Covid-19 Alexander Ginting, menjelaskan, diperbolehkannya kapasitas maksimal di mal karena pengunjung yang terus bergerak dan tidak berdiam secara lama di satu tempat. Sementara, di tempat ibadah cenderung lebih statis pergerakannya.
"Di mal, mereka (pengunjung) mobile kecuali saat makan dan ada security (petugas keamanan) yang mengawasi jika ada kerumunan, ibadah duduk diam statis berkumpul, jadi harus ada jarak , harus ada space di antara sesama jemaah," terang Alexander kepada Republika, Rabu (3/11).
Sementara, Juru Bicara dan Ketua Tim Pakar Satgas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengingatkan, bahwa pandemi Covid-19 belum berakhir.
"Perlu diingat bahwa pandemi belum berakhir dan beberapa negara juga sedang mengalami peningkatan kasus (Covid-19)," kata Wiku saat dihubungi Republika, Rabu (3/11).
Ia mengakui, kondisi Covid-19 di Indonesia sekarang relatif terkendali dan kasusnya rendah. Keadaan ini tergambarkan pada level suatu daerah. Kendati demikian, ia menambahkan, pengaturan relaksasi aktivitas sosial ekonomi masyarakat juga harus bertahap dan hati-hati. Tidak serta-merta semuanya bisa dihitung secara kuantitatif dan dibandingkan langsung.
"Kita harus responsif dan dinamis melakukan pengaturan ulang bila ada indikasi peningkatan kasus di fasilitas publik," ujarnya.
Ketentuan tersebut tertuang dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 57 Tahun 2021 tentang PPKM Level 3, Level 2, dan Level 1 Covid-19 di wilayah Jawa dan Bali. Inmendagri ini berlaku selama 2-15 November 2021.
Pada diktum keenam Inmendagri 57/2021 huruf g disebutkan, kegiatan pada pusat perbelanjaan/mal/pusat perdagangan di wilayah PPKM level 1 dapat dibuka dengan kapasitas maksimal 100 persen sampai pukul 22.00 waktu setempat.
Ketentuan kapasitas 100 persen ini juga berlaku bagi supermarket atau pasar swalayan yang menjual kebutuhan sehari-hari. Sedangkan, restoran, rumah makan, atau kafe yang berada dalam gedung/toko atau area terbuka yang berlokasi pada pusat perbelanjaan/mal diizinkan buka dengan kapasitas maksimal 75 persen.
Kemudian, anak usia di bawah 12 tahun diperbolehkan masuk mal dengan syarat didampingi orang tua. Tempat bermain anak-anak dan tempat hiburan dalam pusat perbelanjaan/mal/pusat perdagangan pun dibuka dengan syarat orang tua harus mencatatkan alamat dan nomor telepon untuk kebutuhan tracing.
Selain itu, bioskop dapat beroperasi dengan kapasitas maksimal 70 persen dan hanya pengunjung berkategori hijau dan kuning dalam PeduliLindungi yang boleh masuk. Anak usia di bawah 12 tahun diizinkan masuk dengan syarat didampingi orang tua.
Restoran/rumah makan makan dan kafe di dalam area bioskop diizinkan menerima makan di tempat (dine in) dengan kapasitas maksimal 75 persen dan waktu makan maksimal 60 menit. Bioskop mengikuti protokol kesehatan yang diatur oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif serta Kementerian Kesehatan.
Baca juga : Terpikat Sholat Menjadi Alasan Mualaf Sari Sukma Masuk Islam
Untuk masuk mal maupun setiap tempat di dalam mal seperti restoran atau bioskop wajib menggunakan aplikasi PeduliLindungi guna skrining semua pengunjung dan pegawai.
Sementara itu, tempat ibadah seperti masjid, musholla, gereja, pura, vihara, klenteng, serta tempat lainnya yang difungsikan sebagai tempat ibadah dapat mengadakan kegiatan peribadatan atau keagamaan berjamaah selama masa penerapan PPKM level 1 dengan kapasitas maksimal 75 persen. Tempat ibadah harus menerapkan protokol kesehatan secara lebih ketat dan memperhatikan ketentuan teknis dari Kementerian Agama
Selain DKI Jakarta, sejumlah daerah lainnya yang masuk kriteria level 1, antara lain, Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, Banten; Kota Bogor, Kabupaten Pangandaran, Kota Banjar, dan Kabupaten Bekasi, Jawa Barat; Kota Tegal, Kota Semarang, Kota Magelang, dan Kabupaten Demak, Jawa Tengah; serta Kota Surabaya, Kota Mojokerto, Kota Madiun, Kota Blitar, dan Kota Pasuruan, Jawa Timur.
Perihal aktivitas publik yang sudah dibuka 100 persen, Juru Bicara Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, agar masyarakat mengikuti setiap aturan dalam inmendagri tersebut
"Semua serba-bertahap. Ikuti saja aturan pembatasan yang ada dalam Inmendagri terbaru nomor 57/2021," kata Wiku saat dikonfirmasi Republika, Selasa (2/11).
Epidemiolog dari Centre for Environmental and Population Health Griffith University, Australia, Dicky Budiman memandang pembukaan ruang publik dengan maksimal pengunjung sangatlah berbahaya. Walaupun PPKM sudah sudah semakin menunjukan perannya, alangkah baiknya pembukaan tidak dilakukan 100 persen kapasitas.
Baca juga : PPKM Level 1: Kapasitas Mal 100 Persen, Masjid 75 Persen
Karena, dalam kenyataannya di lapangan, baik mal, pengelolanya dan masyarakat juga masih dalam penyesuaian adaptasi kebiasaan baru. Bahkan, setiap mal pun memiliki kondisi yang berbeda, ada yang memiliki sirkulasi udara yang baik, adapula yang tidak terlalu luas sehingga tidak bisa menampung banyak orang.
Dicky mengatakan, beberapa hal seperti tersedianya ventilasi sirkulasi, kesiapan pengelola mal serta masing-masing gerai, hingga kesiapan aplikasi PeduliLindungi dan skrining harus benar-benar sudah matang persiapannya. Termasuk apakah ruang publik sudah layak menampung kapasitas 100 persen pengunjung.
"Apalagi ini bicara potensi gelombang ketiga, maka harus bertahap. Norwegia saja untuk bisa dari Level 2 ke Level 1 butuh waktu 6 bulan," ucapnya kepada Republika, Selasa (2/11).
Epidemiolog dari Universitas Griffith Australia, Dicky Budiman menilai, kapasitas pengunjung tempat ibadah di daerah level 1 PPKM bisa 100 persen asalkan memenuhi beberapa syarat. Termasuk durasi ibadah yang dipercepat.
"Kapasitas tempat ibadah di daerah level 1 bisa 100 persen karena seperti kapasitas di mal saja bisa 100 persen," katanya saat dihubungi Republika, Rabu (3/11).
Ia menambahkan, pertimbangan kapasitas tempat ibadah bisa 100 persen karena penggunaan masker tetap wajib, vaksin juga jadi syarat, kemudian mengakses aplikasi peduli lindungi yang artinya setidaknya orang tahu tidak bergejala. Menurutnya, hal-hal ini sudah cukup untuk membuat kapasitas tempat ibadah bisa 100 persen karena risikonya rendah.
Apalagi, dua menilai ketika shalat berjamaah dilakukan di masjid tidak lebih dari 15 menit. Kendati demikian, ia merekomendasikan durasi saat ibadah di rumah Tuhan bisa dipercepat. Bahkan, ketika menunaikan shalat Jumat, ia menyontohkan daerah level 1 Australia ternyata shaf ketika shalat bisa berdempetan atau rapat. Kemudian, dia melanjutkan, setelah itu menjauh dan jamaah duduk dengan jarak kurang lebih 1 meter.
"Mereka menjaga jarak. Imamnya juga tetap memakai masker dan masjidnya sudah diverifikasi dari sisi sirkulasi ventilasi yang dibuka, memakai kipas angin," ujarnya.
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) juga merespons aturan PPKM Level 1 termasuk kapasitas pengunjung tempat ibadah maksimal 75 persen. Sebab, pandemi Covid-19 belum berakhir sehingga direkomendasikan tetap menjaga jarak.
"Lebih aman dan lebih tanpa was-was kalau kita shalat berjamaah dengan menjaga jarak," ujar Ketua Satuan Tugas Covid-19 IDI Zubairi Djoerban saat dihubungi Republika, Rabu (3/11).
Terkait pelaksanaannya, Zubairi mengaku mendapatkan laporan langsung dari saudaranya begitu imam mengatakan shaf yang rapat seperti dahulu saat sebelum pandemi Covid-19 dan yang terjadi hanya barisan pertama yang rapat. Namun, barisan kedua dan kebelakang ternyata para jamaahnya tidak bersedia dan ia meminta keputusan untuk menjaga jarak perlu dihormati.
"Saran saya sebagai dokter ahli spesialis di bidang kesehatan, saat ini Indonesia kan bukan negara satu-satunya di dunia ini yang mengalami Covid-19. Negara sekitar Indonesia seperti Malaysia, Singapura, Filipina, Myanmar, Thailand, Vietnam juga mengalami Covid-19 dan kasus baru per pekan di negara-negara itu jauh lebih tinggi dibandingkan Indonesia," ujarnya.