Deklarasi ini bermula pada 1897 dan pendirian organisasi zionis di Swiss oleh Theodore Herzl. Organisasi itu berusaha mewujudkan aspirasi politik zionisme, rumah bagi orang-orang Yahudi di Palestina. Beberapa tahun kemudian, zionis politik mulai mendorong migrasi lebih lanjut ke Palestina dengan harapan Inggris, Prancis, dan Amerika Serikat akan mendukungnya.
Dikutip Middle East Eye, Perdana Menteri Inggris David Lloyd George adalah orang Kristen Evangelis Welsh dan salah satu dari sekelompok politisi Kristen yang taat. Dia menganggap pendirian tanah air Yahudi sebagai pemenuhan nubuatan alkitabiah, bahwa orang-orang yang telah lama teraniaya akan dapat kembali dari pengasingan ke tanah air mereka.
Pada 1914, Pemimpin Zionis Chaim Weizmann melakukan kontak dengan Rothschild dan mulai melobi anggota pemerintah Inggris. Setahun kemudian, kabinet Inggris untuk pertama kalinya membahas gagasan tanah air bagi orang Yahudi di Palestina.
John Bond dari Proyek Balfour mengatakan diskusi di antara para politikus Inggris tidak terlalu berfokus pada agama dan lebih pada keamanan geopolitik. Dia menyebut motifnya adalah imperialisme. Di sini, Inggris melihat adanya manfaat strategis. Sejak dimulainya mandat, Inggris mulai memfasilitasi imigrasi orang-orang yahudi Eropa ke Palestina. Antara 1922 dan 1935, populasi Yahudi meningkat dari sembilan persen menjadi hampir 27 persen.
Meskipun Deklarasi Balfour menyatakan tidak ada yang boleh dilakukan yang dapat merugikan hak-hak sipil dan agama dari komunitas non-Yahudi yang ada di Palestina, mandat Inggris menerapkan cara yang mengorbankan orang Arab Palestina.