Senin 25 Oct 2021 22:10 WIB

Survei Indodata: Peredaran Rokok Ilegal Sangat Masif

Hasil survei Indodata menyebut penyebaran rokok ilegal sangat masih di Indonesia.

Warga berjalan melintasi spanduk kampanye stop rokok ilegal di Bekasi, Jawa Barat, Rabu (6/10/2021). Bea Cukai terus mengamankan potensi kerugian negara dari peredaran rokok ilegal dan berupaya menekan peredaran ilegal secara nasional hingga tiga persen sesuai target pada tahun ini.
Foto:

Selain itu, kata Henry, rencana pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 sebaiknya tidak dilakukan. "Perlu roadmap IHT berkeadilan dan komprehensif bagi para pemangku kepentingan sebagai peta jalan yang legal dan pasti," imbuh Hendry. 

Pakar kebijakan Universitas Padjajaran, Muhdiyati Rahmatunissa sepakat perdagangan rokok ilegal mengurangi efektivitas pengendalian rokok. Di samping itu juga mengurangi pendapatan negara, termasuk pendapatan dari produsen, pemasok, dan distributor yang resmi.  

Untuk melawan perdagangan rokok ilegal,  Muhdiyati berpendapat pemerintah harus mempertimbangkan multi-metode, termasuk membangun kemitraan, meningkatkan validitas dan keandalan, meluncurkan kampanye dan kesadaran publik serta memprioritaskan intensifikasi pemberantasan peredaran rokok ilegal. 

Direktur Eksekutif Indef, Tauhid Ahmad mengaku kaget dengan temuan data peredaran rokok ilegal yang dirilis INDODATA tersebut. 

"Saya kaget dengan angkanya karema memang berbeda jauh dengan yang sudah ditemukan oleh Kementerian Keuangan Direktorat Bea Cukai, itu angkanya 4,9%. Kalau kita lihat memang rokok ilegal yang pemerintah sampaikan hingga tahun 2019 menurun cukup tajam dari 12%, turun 3%, naik lagi 4,8 persen," paparnya. 

Modusnya pun tidak banyak berubah. Paling banyak rokok ilegal yang beredar menggunakan pabrikan lebih rendah, jenis golongan berbeda, hingga sama sekali tidak ada cukai alias palsu dan juga bekas. Namun begitu, Taufik setuju perdagangan rokok ilegal menyebabkan kerugian negara sangat besar, apalagi dibandingkan negara-negara lain.   

 

"Jika kemarin kita cukup bangga lebih rendah 3,03 persen di 2019, mungkin kalau nanti data Mas Danis muncul jangan-jangan kita lebih tinggi dari 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement